. Umumnya masyarakat menilai penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, adalah pahlawan anti korupsi. Bertugas menjadi penyidik KPK sekitar enam tahun, sepak terjangnya dalam menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor) kerap menghiasi pemberitaan di media massa. Salah satunya menjadi Wakil Ketua Satgas kasus simulator yang ditangani KPK. Novel pernah bersitegang dengan kepolisian saat menggeledah Kantor Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri.
Namun prestasi Novel bagi Ketua Umum LSM Gerakan Penyelamat Harta Negara Republik Indonesia (GPHN-RI) Madun Hariyadi dianggap hal yang biasa dan wajar. Terlebih akan sebutan pahlawan, Madun menganggapnya terlalu berlebihan.
"Yang disebut pahlawan itu adalah mereka yang membela Tanah Air dari penjajahan dan melakukannya tampa pamrih hingga nyawa taruhannya. Nah dia itu belum layak disebut pahlawan, wong dia digaji untuk melaksanakan tugasnya dan tinggal mengolah data yang sudah tersedia," papar Madun, dalam rilisnya, Rabu (10/2).
Madun yang mengaku pernah bekerjasama dengan KPK guna melaporkan adanya dugaan tipikor melalui LSM GPHN-RI selang periode 2007 hingga 2014, mengatakan, pekerjaan mengusut tipikor jauh lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dalam mengusut kasus pidana umum.
"Mengusut tipikor itu tidak susah kok. Karena ada wewenang untuk melakukan penyadapan dan anggarannya pun tersedia. Selain itu data data penunjang akan adanya indikasi penyimpangan korupsi bisa didapat oleh lembaga sekelas KPK. Penyidik tinggal melakukan sidik dan penyelidikan. Malah jauh lebih rumit jika aparat penegak hukum mengungkap kasus pembunuhan, karena dalam kasus pidana umum, sejumlah barang bukti harus dicari dari awal penelusuran setelah laporan masuk," papar Madun.
Menanggapi perkara Novel di Bengkulu pada 2004 lalu yang dinilai dikriminalisasi oleh pihak Kepolisian, Madun menilai hal tersebut cenderung perkara pidana murni.
"Publik melihat momentumnya yang bersamaan saat kisruh KPK-Polri, lalu seolah-olah Novel dikriminalisasi dengan dicuatkannya kembali perkara tewasnya pemburu sarang walet saat dia (Novel) menjabat sebagai Kasatreskrim di Polres Bengkulu. Namun, intinya adalah Novel bukan malaikat, dia juga bisa melakukan kesalahan dan setiap orang yang melanggar hukum harus diadili sesuai fakta hukum," pungkasnya.
[rus]