‎ Meski gerakan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dinilai cukup masif, bahkan sudah merasuk ke kalangan intelektual di perguruan tinggi, Pemprov Jabar belum berpikir untuk membuat aturan hukum untuk menangani gerakan tersebut.
‎"Untuk sementara kita lebih ke gerakan antisipasi. Soal aturan, kan di undang-undang pornografi juga sudah jelas, ada rambu-rambu di pemerintahan," ucap Asisten Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemprov Jabar, Ahmad Hadadi, di Gedung Sate, Bandung, Selasa (9/2).
‎Dia menjelaskan, para pelaku penyimpangan seksual ini melakukan gerakan secara masif. Bukan hanya ajakan langsung, mereka pun secara aktif memanfaatkan media sosial. Sementara Jawa Barat dengan penduduk terbanyak sekitar 46 juta jiwa, cukup rentan dengan pengaruh LGBT ini.
‎"Kita khawatir, awalnya LGBT ini sesuatu yang aneh, tapi lama kelamaan bisa diterima," katanya seperti diberitakan RMOLJabar.com.
‎Menurutnya, media sosial menjadi salah salah satu media yang digunakan mereka untuk berinteraksi dan menyebarkan pengaruh. Cara yang lebih mengkhawatirkan, penyebaran pengaruh itu dilakukan dengan pendekatan kultural.
Dengan begitu, Pemprov Jabar segera menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang mempunyai perhatian khusus, salah satunya dengan P2TP2A untuk melakukan antisipasi. Upaya pencegahan ini terutama ditujukan ke kalangan remaja dan orangtua.
‎"Kita ada program pendidikan di sekolah-sekolah sebagai penguatan nilai-nilai agama melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler," katanya.
‎Menurutnya, agar menjadi perhatian serius bagi kalangan pendidik, program itu perlu dikuatkan dengan surat edaran gubernur.
"Ya perlu lah untuk mengingatkan. Pak Gubernur sendiri sudah mencanangkan program pendidikan SMA/SMK berbasis pesantren," ucap Hadadi.‎ [sam]