Kunjungan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani ke Tiongkok dimanfaatkan memfasilitasi investasi investor existing di bidang smelter dengan nilai investasi mencapai 612 juta dolar AS atau sekitar Rp 8,2 triliun dengan kurs dolar AS Rp 13.500.
Investor terkait menyampaikan beberapa kendala terkait kegiatan operasional mereka di Indonesia mulai dari mendapatkan bahan baku, masalah pajak dan insentif investasi, serta tenaga kerja.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyampaikan bahwa pihaknya telah bertemu dengan perwakilan perusahaan serta induk perusahaan yang berpusat di Tiongkok.
"Jadi induk perusahaan di Tiongkok memiliki sembilan perusahaan patungan di Indonesia termasuk pengembangan industri smelter dan PLTU di Morowali, Sulawesi Tengah,†katanya dalam keterangan resmi kepada media, hari ini Jumat (15/1).
Menurut Franky, investor terkait memiliki kapasitas produksi smelter nikel sebesar 300 ribu ton dan PLTU dengan kapasitas mencapai 130 MW ( 2 x 65 MW). "Investasi yang dilakukan cukup penting, karena merupakan satu-satunya perusahaan di Indonesia yang mengolah ferronickel menjadi stainless steel," jelasnya.
Lebih lanjut Franky menyampaikan bahwa BKPM akan berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga teknis terkait untuk mencarikan solusi dari persoalan yang diidentifikasi dari pertemuan dengan perwakilan induk perusahaan.
"Contohnya, perusahaan kesulitan memperoleh bahan baku dari provinsi lain karena ada peraturan yang tidak memperbolehkan mengambil bahan baku dari satu provinsi ke provinsi lain. Kami akan mengusulkan kepada kementerian terkait agar pelarangan penjualan bahan baku hasil tambang antar provinsi dihapus, karena hal tersebut melanggar UU," terangnya.
Selain itu, terkait dengan persoalan kuota tenaga kerja asing yang menyamaratakan antara perusahaan yang investasinya kecil dan perusahaan yang investasinya besar, akibatnya banyak perusahaan-perusahaan besar melakukan investasinya secara bertahap. Franky mengemukakan, perusahaan memohon kepada Pemerintah Indonesia agar perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai investasinya besar dapat diberikan secara proporsional.
"Jadi harapannya yang investasinya lebih banyak mendapatkan kuota lebih besar. Ini akan kami komunikasikan dengan kementerian terkait," urainya.
Bidang usaha smelter termasuk yang cukup diminati oleh investor asal Tiongkok. Beberapa investasi dari Tiongkok yang sedang dalam masa konstruksi merupakan investasi di bidang smelter. Selain di Morowali, tercatat terdapat investasi Smelter dari Tiongkok di Bantaeng, Sulawesi Selatan senilai Rp 1,7 triliun. Sementara industri smelter berdasarkan data realisasi investasi Januari-September 2015 di Indonesia mencapai angka Rp 12,1 triliun dari 170 proyek.
Tiongkok termasuk termasuk negara teratas yang mencatatkan nilai rencana investasi di Indonesia. BKPM mencatat sepanjang tahun 2015, pengajuan izin prinsip dari Tiongkok yang masuk ke BKPM mencapai angka Rp 277 triliun. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar di atas Singapura sebesar Rp 203 triliun dan Jepang sebesar Rp 100 triliun
.[wid]