Berita

Reshuflle untuk Salam Dua Periode

MINGGU, 10 JANUARI 2016 | 13:01 WIB | OLEH: FRITZ E. SIMANDJUNTAK

LEBIH setahun kepemimpinan Jokowi-JK telah berlalu.  Beberapa lembaga survei dan partai politik telah memberikan penilaiannya masing-masing. Beberapa lembaga survai umumnya mengungkapkan adanya penurunan tingkat kepuasaan masyarakat.  Demikian juga beberapa partai politik, termasuk PDIP sebagai partai pendukung utama Jokowi juga memberi catatan yang cukup kritis kepada pemerintahan Jokowi-JK.

Mekipun penilaian terhadap kinerja Jokowi-JK banyak yang negatif, Tetapi fenomena pang paling menarik adalah merapatnya beberapa partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) ke Jokowi-JK, seperti PAN, PKS dan Golkar.  Tinggalah Gerindra menjadi pemain tunggal di KMP.

Bahkan PAN sudah merasa mampu mengendalikan Presiden Jokowi dengan membuat pernyataan bahwa 2 kader PAN akan masuk di Kabinet Kerja menduduki jabatan Menteri Perhubungan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Keterlaluan!!!

Sementara PKS mempertimbangkan untuk mencopot Fahri Hamzah dari jabatan Wakil Ketua DPR karena selalu kritis dan vokal kepada pemerintahan Jokowi-JK dan membela langkah-langkah Ketua DPR Setya Novanto baik dalam kasus pertemuan dengan Donald Trump maupun Freeport.

Sedangkan kader-kader PDIP baik lewat Pansus Pelindo II maupun secara pribadi berulang kali meminta Menteri BUMN Rini Soemarno diganti dan sudah mempersiapkan kader terbaiknya untuk posisi tersebut. Ditambah pernyataan para pengamat, intinya Reshuffle adalah sebuah keharusan bagi Jokowi-JK.

Seperti dalam tulisan saya "Jokowi dan Rajawali WS Rendra” di RMOL Selasa, 10 Februari 2015 (http://www.rmol.co/read/2015/02/10/190896/Jokowi-dan-Rajawali-WS.-Rendra-), Jokowi sebagai Rajawali akan mematuk kedua mata kelompok yang durhaka terhadapnya dengan menjadikannya sebagai burung Nuri atau menyakiti rakyatnya.  Karena Jokowi selalu membela rakyatnya.

Pertanyaan kita adalah untuk apakah sebenarnya reshuffle kabinet itu yang diikuti dengan kesediaannya beberapa partai pendukung KMP merapat ke Jokowi? Apakah benar untuk perbaikan kinerja para menteri? Atau untuk kepentingan penguatan partai politik itu sendiri menghadapi pileg dan pilpres 2019, sehingga mereka ramai-ramai merapat ke Jokowi-JK.

Dugaan saya adalah yang kedua.  Karena Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 memutuskan bahwa mulai tahun 2019 pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan (Pemilu Legislatif) digelar secara bersamaan. Untuk pemilihan anggota legislatif, setiap partai pasti memiliki banyak calon.  Tetapi untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden alternatif terbaik setiap partai adalah menjadi pendamping Jokowi sebagai calon Wakil Presiden 2019. Karena hampir pasti Jokowi akan maju kembali sebagai calon Presiden 2019.

Sementara itu partai politik akan kesulitan menentukan kadernya yang mampu bersaing dengan Jokowi dalam pemilihan Presiden 2019.  Tetapi mereka melihat keharmonisan hubungan Jokowi dengan Megawati dan PDIP belum pulih.  Bahkan bisa saja beberapa partai politik mengharapkan hubungan mereka tidak pulih hingga tahun 2019.

Kalau ini terjadi mereka bersedia menjadi kendaraan politik Jokowi dalam pilpres 2019 dengan syarat kadernya menjadi pendamping sebagai calon Wakil Presiden. Buat Jokowi sendiri dukungan partai untuk maju sebagai calon Presiden 2019 memang diwajibkan oleh Undang-Undang.  Sehingga pada saatnya Jokowi juga harus menentukan kendaraan partai pendukung calon Presiden di tahun 2019.

Berbeda dengan tahun 2014, kali ini Jokowi memegang kendali permainan politik di tahun 2019. Situasi seperti ini mestinya dipahami oleh PDIP.  Mereka tidak bisa lagi selalu kritis bahkan mencela kepemimpinan Jokowi sebagai Presiden RI ke 7. PDIP mulai sekarang harus merapatkan barisan untuk kembali mendukung penuh kebijakan pemerintahan Jokowi-JK.  PDIP harus menunjuk seorang "Three Party Validators" yang duduk di DPR  atau pengurus teras di PDIP seperti peran Ruhut Sitompul yang selalu mati-matian dan vokal membela Presiden SBY saat berkuasa lalu.  Sungguh janggal bahwa selama lebih dari setahun ini Ruhut Sitompul lebih banyak membela Jokowi di publik dari pada Effendi Simbolon, Masinton Pasaribu atau mantan pemain sinetron Bajaj Bajuri Rieke Dyah Pitaloka atau si Oneng.

Lalu bagaimana dengan Gerindra dan KMP. Dugaan saya Gerindra akan kembali mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon Presiden 2019. Meskipun ditinggal rekan-rekan partai pendukung KMP saat ini, Prabowo Subianto masih memiliki daya magnis yang kuat untuk menjadi pesaing utama Jokowi di tahun 2019. Apalagi strategi dan taktik kampanye saat pilpres 2014 lalu sangat bagus bahkan beberapa hari sebelum pencoblosan suara, Prabowo Subianto sempat unggul dari Jokowi.  Beruntung ide brilian konser musik Slank berjudul "Salam Dua Jari" dan beberapa kesalahan fatal sikap politik Achmad Dani dan Fahri Hamzah kembali membuat Jokowi unggul dari Prabowo Subianto.

Mulai APBN 2016 kedudukan Jokowi semakin kuat dan secara perlahan program "Nawa Cita" dan "9 Agenda Prioritas" akan diwujudkan.  Tentu saja semuanya tidak akan terwujud di tahun 2019. Karena sebenarnya waktu efektif pemerintahan Jokowi-JK hanya sekitar 2,5 tahun, yaitu 2016 sampai pertengahan 2018. Setelah itu baik Jokowi maupun seluruh partai akan lebih konsentrasi pada pemilihan wakil di parlemen dan Presiden 2019.

Hingga catatan ini, saya menduga kembali Jokowi akan bertarung dengan Prabowo Subianto. Dan fenomena yang paling menarik adalah PDIP.  Apabila terus menerus menggerus popularitas Jokowi dengan kritis yang serampangan, serta tanpa nilai tambah sebagai partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK, bukan tidak mungkin PDIP kembali bergandengan tangan dengan Gerindra untuk pemilihan calon Presiden 2019.

Segalanya bisa terjadi di politik. Kita tunggu saja dinamika yang terjadi ke depannya. [***]

Penulis adalah Sosiolog, anggota senat Indonesia Marketing Association dan tinggal di Jakarta.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Waspadai Partai Cokelat, PDIP: Biarkan Rakyat Bebas Memilih!

Rabu, 27 November 2024 | 11:18

UPDATE

Sukses Amankan Pilkada, DPR Kasih Nilai Sembilan Buat Kapolri

Jumat, 29 November 2024 | 17:50

Telkom Innovillage 2024 Berhasil Libatkan Ribuan Mahasiswa

Jumat, 29 November 2024 | 17:36

DPR Bakal Panggil Kapolres Semarang Imbas Kasus Penembakan

Jumat, 29 November 2024 | 17:18

Pemerintah Janji Setop Impor Garam Konsumsi Tahun Depan

Jumat, 29 November 2024 | 17:06

Korsel Marah, Pesawat Tiongkok dan Rusia Melipir ke Zona Terlarang

Jumat, 29 November 2024 | 17:01

Polri Gelar Upacara Kenaikan Pangkat, Dedi Prasetyo Naik Bintang Tiga

Jumat, 29 November 2024 | 16:59

Dubes Najib Cicipi Menu Restoran Baru Garuda Indonesia Food di Madrid

Jumat, 29 November 2024 | 16:44

KPU Laksanakan Pencoblosan Susulan di 231 TPS

Jumat, 29 November 2024 | 16:28

Kemenkop Bertekad Perbaiki Ekosistem Koperasi Kredit

Jumat, 29 November 2024 | 16:16

KPK Usut Bau Amis Lelang Pengolahan Karet Kementan

Jumat, 29 November 2024 | 16:05

Selengkapnya