Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terjadi kenaikan terhadap garis kemiskinan selama periode September 2014-Maret 2015. Kenaikan garis kemiskinan ini disumbang sebagian besar dari komoditi makanan dan rokok baik di pedesaan maupun perkotaan.
Rokok kretek filter misalnya, memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap garis kemiskinan sebesar 8,24 persen di perkotaan dan 7,07 persen di pedesaan
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Okky Asokawati berpendapat data BPS ini mengonfirmasi tentang abainya pemerintah dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa. Setidaknya, lanjut dia, kampanye-kampanye bahaya rokok hingga saat ini cenderung hanya formalitas semata.
"Poinnya, pemerintah kurang masif dalam menekan konsumsi rokok di tengah masyarakat melalui kebijakan yang konkret," tegasnya dalam rilis tertulis yang diterima redaksi, Rabu (6/1).
Tidak sekadar itu, menurut dia, pemerintah Indonesia Presiden ketujuh, Joko Widodo belum meratifikasi Konvensi Internasional Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal ratifikasi FCTC ini sebagai ikhtiar untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang dari dampak buruk tembakau.
"Saya melihat, pemerintah mengalami situasi sulit antara mengutamakan kesehatan dan pengentasan kemiskinan atau penambahan pendapatan melalui penerimaan kas negara melalui cukai rokok," ujarnya.
Seperti tahun 2015 lalu, kata dia, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai rokok sebesar Rp 139,1 triliun atau 7,9 persen terhadap penerimaan APBNP 2015.
Okky melanjutkan, ide revolusi mental yang digulirkan pemerintahan Jokowi semestinya dapat mengubah cara pandang masyarakat untuk memilih perilaku yang sehat fisik dan cerdas dalam melakukan pilihan-pilihan hidup. Karena ke depan, ia mengingatkan, SDM yang mampu bersaing, berpikir secara inovatif karena cerdas dan pandai merupakan kekayaan sesungguhnya suatu bangsa.
"Saya meminta agar pemerintah perlu melakukan terobosan terhadap pengentasan kemiskinan ini. Karena masalah kemiskinan dan rokok ini akan mempengaruhi secara signifikan dengan beban BPJS Kesehatan, bonus demografi tahun 2025, serta keberhasilan Indonesia bersaing dalam Masyarakat Ekonomi Asean," tutup mantan peragawati tersebut.
[wid]