Kepengurusan Partai Golkar dari tingkat pusat hingga daerah sudah tidak berlaku lagi per 1 Januari 2016. Dengan tidak adanya kepengurusan yang sah, secara dejure artinya per tanggal itu Partai Golkar sudah bubar.‎
Begitu dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Fahmi Hafel dalam keterangannya kepada redaksi (Minggu, 27/12).‎
K‎esimpulan Fahmi didasarkan pada putusan hukum terkait konflik kepengurusan Partai Golkar.
‎Dia mengatakan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait konflik kepengurusan Partai Golkar berimbas pada berlakunya Surat Keputusan (SK) Munas Riau 2009, dimana SK Riau  2009 oleh PTUN dan dikuatkan putusan MA bahwa kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Riau 2009 sebagai kepengurusan yang sah, dan pada 31 Desember 2015  mendatang masa kepengurusannya sudah habis.
‎Sedangkan sesuai putusan MA, kata Fahmi, juga tidak satupun kepengurusan  hasil munas Golkar Bali maupun Ancol yang kepengurusannya diakui oleh pemerintah. Ini artinya SK Menkumham  yang mencatatkan kepengurusan Golkar Munas Ancol sudah dibatalkan MA  dengan dasar adanya perbuatan  melawan hukum dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly diperintahkan MA untuk mencabut SK kepengurusan Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono.‎
‎"Sampai hari inipun hasil kepengurusan dan AD/ART  Munas Golkar  Bali belum disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Artinya yang diakui pemerintah kepengurusan Golkar hasil Munas Golkar Riau. Dari ‎sini dapat ditarik kesimpulam bahwa per 1 Januari 2016  kepengurusan Partai Golkar sudah tidak berlaku lagi," kata Fahmi.‎
‎Berakhirnya  masa berlaku SK kepengurusan Golkar hasil Munas Riau juga bisa diartikan semua anggota legislatif mulai dari DPR RI hingga DPRD tingkat 1 dan 2  dari Partai Golkar ilegal, karena secara hukum Partai Golkar sudah bubar alias tidak ada pengurusnya yang disahkan olej pemerintah. UU Parpol menyatakan bawa syarat sebuah parpol yang sah adalah yang punya kepengurusan yang disahkan pemerintah.
‎"Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anggota legislatif dari Golkar sudah tidak bisa mewakili partai politik yang tidak disahkan oleh pemerintah," kata Fahmi.‎
‎Lebih lanjut dikatakan dia, berakhirnya kepengurusan Golkar berdasarkan SK Menkumham Munas Golkar Riau juga berdampak pada pergantian posisi Ketua DPR RI yang kosong ditinggalkan Setya Novanto. Akibat tidak ada kepengurusan Golar baik kubu Agung maupun kubu Ical per 1 Januari 2016, maka kedua kubu tidak bisa ‎mencalonkan penggantinya. ‎Oleh karenanya, menurut dia, untuk posisi Ketua DPR harus dikocok ulang dengan caraPemerintah mengeluarkan Perpu untuk UU MD3.‎
‎"Golkar harus segera mengelar Munaslub atau Munas untuk menyusun kepengurusan yang baru, dan sebaiknya Kader Golkar sadar bahwa Aburizal Bakrie  sudah gagal memimpin Golkar," tukasnya.‎[dem]‎