Berita

Rudi Wahyono

Meski Penyumbang Devisa Tertinggi Kedua, Nasib Buruh Migran Memprihatinkan

KAMIS, 24 DESEMBER 2015 | 17:55 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Pemerintah Indonesia belum hadir dalam menangani persoalan buruh migran, mulai dari hulu sampai hilir. Padahal, negara sangat bergantung pada jumlah devisa yang dikirimkan dari jerih payah mereka.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Center for Information and Development Studies (CIDES) Rudi Wahyono dalam acara Diskusi Publik "Potret Hak Anak Buruh Migran yang Ditinggalkan" di Kampus UNJ, Jakarta kemarin.

"Saat ini, devisa dari buruh migran itu tertinggi kedua setelah pendapatan dari minyak dan gas. Pemerintah sangat bergantung dengan mereka, tapi mengabaikan urusan perlindungan dan tanggung jawab pada keluarga buruh migran yang ditinggalkan di tanah air," ungkap Rudi.

Rudi menambahkan buruh migran tergolong kelompok masyarakat yang rapuh dan rentan mengalami penderitaan berlapis (vulnerable group) dari berbagai aspek, seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Sebagai contoh, jika seorang perempuan berangkat menjadi buruh migran, maka dia akan meninggalkan anak dan suaminya. Secara psikis, seorang suami menjadi tidak terpenuhi kebutuhan biologisnya dan anaknya tidak mendapatkan kasih sayang dari ibunya.

"Buruh migran perempuan itu pun rentan mengalami eksploitasi, baik saat pra hingga di negara penempatan,” jelas Alumnus Master Ekonomi dari Cheng Kung University, Taiwan, ini.

Oleh karena itu, Rudi berharap pemerintah harus lebih serius menghadirkan Nawacita bagi buruh migran. Dimana salah satu poinnya adalah menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan aman pada seluruh warga negara.

"Jika saat ini ada sekitar 4 juta orang buruh migran, dan 3 juta di antaranya adalah perempuan dengan asumsi masing-masing mereka meninggalkan 2 orang anak, maka ada 6 juta anak-anak Indonesia yang hidupnya jauh dari kasih sayang seorang Ibu. Kalau pun mereka sekolah di negara penempatan, seperti di Malaysia, mereka hanya mendapatkan sekolah informal. Ini peringatan serius bagi masa depan negara!" demikian Rudi Wahyono.

Populer

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Anak Usaha Telkom Hadirkan DreadHaunt, Gim Bergenre Survival Horror

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:57

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

2 Jam 1 Meja

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:40

Dua Mantan Pegawai Waskita Karya Digarap Kejagung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:38

KPK Sita 7 Mobil dan Uang Rp1 Miliar usai Geledah 10 Rumah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:24

Bareskrim Bakal Bongkar Puluhan Artis dan Influencer Terlibat Promosi Judol

Rabu, 09 Oktober 2024 | 00:42

Mudahkan Warga Urus Paspor, Imigration Lounge Kini Hadir di Mal Taman Anggrek

Rabu, 09 Oktober 2024 | 00:19

KPK Cekal 5 Tersangka Korupsi Pencairan Kredit Usaha Bank Jepara Artha

Selasa, 08 Oktober 2024 | 23:52

Polisi Tangkap Penyekap Bocah 12 Tahun Selama Seminggu di Kalideres

Selasa, 08 Oktober 2024 | 23:42

KPK Usut Dugaan Korupsi Pencairan Kredit Usaha BPR Bank Jepara Artha

Selasa, 08 Oktober 2024 | 22:52

Selengkapnya