Berita

ilustrasi

Inilah Cara Progresif Dalam Memaknai Program Bela Negara

SENIN, 21 DESEMBER 2015 | 01:44 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

RMOL. Bela negara adalah kewajiban setiap warga negara baik itu guru/dosen, pelajar/mahasiswa, TNI/Polri, Aparatur Sipil Negara, pengusaha, politisi, pejabat, tokoh dan masyarakat sesuai dengan profesi dan ladang pengabdian masing-masing.

Demikian disampaikan Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution, terkait Hari Bela Negara yang jatuh 19 Desember 2015 dalam pesan singkatnya sesaat lalu.

"Yang menjadi catatan soal program bela negara yang dilead Kemenhan adalah jika ada pemaksaan warga negara untuk ikut dalam program Bela Negara yang akan dicanangkan pemerintah. Pemaksaan itu berpotensi sebagai pelanggaran HAM," tegasnya.

Di samping itu, Komnas HAM juga mendorong pemerintah untuk menjelaskan pengertian dan urgensi dari program tersebut dan tidak boleh ada unsur paksaan kepada masyarakat untuk mengikutinya.

"Hal lain soal teknis. Kalaupun ada program itu kenapa tidak menggunakan lembaga kementerian yang ada. Dioptimalkan saja. Seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, termasuk Kementerian Pendidikan Tinggi yang punya infrastruktur mulai dari TK, PAUD sampai Perguruan Tinggi," tegasnya.

"Jadi kalau ada pelatihan dimasukkan ke situ seperti baris berbaris dan apa lagi yang dibutuhkan yang mereka sebut sebagai bela negara. Tanpa buat lembaga lain yang cost-nya juga besar," sambung Manegeri.

Kalau mencermati kecenderungan kewajiban bela negara ala militeristik semacam itu di dunia Internasional saat ini sudah mulai dihapuskan seperti di Amerika.

Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah soal paradigma baru soal bela negara. Bentuk bela negara, di samping dalam bentuk fisik gerakan militer membela kedaulatan negara, juga bela negara dalam hal SDA, ekonomi, politik, budaya dan lain-lain.

"Kata kuncinya perlu keteladanan para pemimpin, satunya kata dan laku. Bentuk inilah yang paling mendesak. Inilah cara progresif memaknai bela negara," tandasnya. [zul]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri Masih 41,7 Persen, Ini PR Buat Kemenperin

Rabu, 09 Oktober 2024 | 12:01

Gibran Puji Makan Bergizi Gratis di Jakarta Paling Mewah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:56

Netanyahu: Israel Sukses Bunuh Dua Calon Penerus Hizbullah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:50

Gibran Ngaku Ikut Nyusun Kabinet: Hampir 100 Persen Rampung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:47

Jokowi Dipastikan Hadiri Acara Pisah Sambut di Istana

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:39

Mampu Merawat Kerukunan, Warga Kota Bekasi Puas dengan Kerja Tri Adhianto

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Turki Kenakan Tarif Tambahan 40 Persen untuk Kendaraan Tiongkok, Beijing Ngadu ke WTO

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Dasco Kasih Bocoran Maman Abdurrahman Calon Menteri UMKM

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:31

Maroko Dianugerahi World Book Capital UNESCO 2026

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:27

Heru Budi Bareng Gibran Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMAN 70

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:20

Selengkapnya