Berita

Politik

Menguji Amarah Jokowi Memotong Taktik Antek Freeport

SELASA, 08 DESEMBER 2015 | 18:34 WIB | OLEH: ALDI GULTOM

Sebagian orang terkejut dengan respons dadakan Presiden Joko Widodo atas kasus "Papa Minta Saham”. Sejak awal, kasus yang bergulir sebulan terakhir dengan porsi pemberitaan yang masif ini ditanggapi cukup kalem oleh mantan Walikota Solo itu.

Baru kemarin, mendadak presiden meledak. Ada yang menilai wajar, mengingat Jokowi adalah pemimpin tertinggi negara yang diperlakukan remeh. Ada juga yang menganggapnya janggal. Mengapa Jokowi baru marah sekarang? Apakah mungkin presiden terlambat mendapat informasi? Atau ada faktor lain yang memicu kemarahan Jokowi (di luar tindakan nekat Ketua DPR RI Setya Novanto yang memperdagangkan kehormatannya)?

Cukup jeli publik menyorot perbedaan sikap Jokowi dengan wakilnya, Jusuf Kalla (JK), dalam skandal yang disebut JK sebagai "skandal terbesar di Indonesia” itu. Jokowi sempat menanggapinya dengan bergurau. Ia mengaku cukup memantau kasus itu lewat media sosial dan tergelitik dengan tagar Papa Minta Saham” yang menjadi trending topic di twitter (Rabu, 18/11).


"Saya hanya membaca (di medsos). Saya sampaikan, saya menyerahkan sepenuhnya kepada MKD,” lontar Jokowi santai.

Dua kali sidang MKD memeriksa saksi, dua kali bukti rekaman dibongkar, dan ramai kritik atas pertanyaan-pertanyaan MKD; Jokowi kalem.

Beda 180 derajat dengan JK. Sementara Jokowi enggan membawa kasus ini ke ranah hukum karena khawatir kegaduhan yang tidak perlu, JK bersikukuh perkara yang mengandung unsur kriminal itu harus dibawa ke ranah hukum. JK menajamkan lagi sikapnya. Menurutnya, penegak hukum harus memulai inisiatif untuk mengusut kasus ini.

"Kalau lembaga hukum mengetahui ada masalah, tapi tidak mengusutnya, dia yang salah,” demikian JK. Dalam sebuah kesempatan Konferensi‎ Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK), di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12), JK pun menyindir keras Setya Novanto di hadapan para petinggi lembaga negara lainnya.

Dalam pesta pernikahan anak Setya Novanto di Hotel Mulia (Jumat, 4/12), perbedaan sikap kedua pimpinan negara itu kembali terlihat. Walau keduanya tak hadir, namun "Jokowi dan keluarga” diwakili sebuah karangan bunga. Di sisi lain, JK bukan cuma tak hadir, sekadar karangan bunga pun tak dikirimnya sebagai ucapan selamat kepada sesama pejabat negara yang punya hajat.

Tak heran kalau publik terkesiap kala Jokowi tiba-tiba meledak di Istana Merdeka, Senin malam (7/12). Sepanjang hari itu sampai saat ia menggelar rapat terbatas pengelolaan sampah di Kantor Presiden, pandangan mata para wartawan tak menyaksikan kegelisahan Jokowi akan perkara itu.

Baru pada pukul 7 malam, Jokowi mengundang wartawan di Istana Merdeka untuk mengabadikan kegeramannya. Wajah Jokowi tegang, dingin, jari tangannya menunjuk-nunjuk, nada bicara meninggi.

Terlambatnya amarah Jokowi menjadi bahan diskusi menarik. Tak mungkin logikanya kalau Jokowi baru kemarin mendapat informasi lengkap, berupa transkrip atau rekaman, pembicaraan Setnov dengan Maroef dan pengusaha minyak, Riza Chalid. Sedangkan "Mata Najwa” saja, bisa dengan mudahnya mendapat bocoran laporan resmi Sudirman Said ke MK beberapa jam usai Sudirman menyambangi MKD.

Drama politik ini sebetulnya tidak terlalu penting ketimbang persoalan besar keberadaan Freeport di Indonesia beserta segala sejarah kejahatannya terhadap rakyat Indonesia dan Papua pada khususnya. Namun, sebagai kepala negara, Jokowi pasti tahu persis siapa dalang di balik kegaduhan "Papa Minta Saham".

Sejatinya kalangan Istana sendiri berbeda sikap terkait isu Freeport. Satu kubu, dicerminkan olehSudirman Said dalam kapasitasnya selaku Menteri ESDM adalah saat merespons surat PT. Freeport Indonesia pada 7 Oktober 2015, yang isinya akan langsung memperpanjang kontrak PT Freeport begitu Undang-Undang Mineral dan Batubara direvisi.

Kubu lain, adalah yang tetap bersikeras pembahasan perpanjangan kontrak baru boleh dibahas pada 2019, berdasarkan peraturan pemerintah. Itu pun dengan syarat-syarat lain, antara lain peningkatan besaran royalti, kompensasi atas limbah beracun yang membahayakan rakyat Papua, dan ketegasan Freeport soal divestasi yang menguntungkan Indonesia.

Berlarut-larutnya skandal Novanto dengan saling berbelitnya kepentingan para pemburu rente di DPR RI, itulah yang membuat presiden begitu geram. Pilihan baginya adalah mengeluarkan sikap tegas sebagai sinyal kepada DPR dan aparat hukum untuk menuntaskan kegaduhan ini secara konkret. Meskipun presiden tahu persis, skandal Novanto cuma bagian kecil dari pertarungan sebenarnya.

Jokowi yang tadinya enggan terlibat dalam perkara "sepele" Novanto ini, kini tengah memotong taktik decoy atau penggunaan sasaran palsu yang digunakan para "antek" Freeport untuk menjauhkan perhatian publik dari substansi masalah.

Ledakan sikap Jokowi mendorong percepatan kasus ini agar tuntas, dan kembali ke rel substansi yang mesti diketahui rakyat banyak dan disikapi secara bersama-sama oleh semua elemen bangsa yang masih peduli pada kedaulatan rakyat atas kekayaan alam yang terkandung di perut Ibu Pertiwi. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya