. Â Pemerintah harus menjernihkan dan mengkaji secara serius tujuan penyatuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) subsektor gas.
‎Menurut Ketua Komisi VII, Kardaya Warnika, holding atau merger berpeluang menjadi alat penting dalam mencapai kepentingan negara apabila kajiannya sudah clear.Â
‎‎Opsi holding atau merger antara PT Pertamina Gas (Pertagas) dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) kembali menjadi agenda pemerintah Joko Widodo setelah gagal dituntaskan pada era pemerintah sebelumnya.‎ Baru-baru ini, rencana ini terus mengencang setelah Kementerian BUMN mengadakan serangkaian rapat untuk membahas penyatuan dua perusahaan pelat merah ini.‎
‎Kajian itu, lanjutnya, pertama-tama adalah soal pelaksana holding atau merger. ‎
‎"Tentu saja, mestinya yang melaksanakan dan memimpin adalah BUMN yang sepenuhnya dikuasai oleh negara," kata Kardaya saat dihubungi (Kamis, 3/12).Â
‎ ‎Menurutnya, apabila ada sejumlah saham yang tidak dimiliki oleh pemerintah, baik itu individu/korporasi swasta lain maupun asing, akan terjadi bias kepentingan. ‎Untuk itu, PGN harus melakukan buyback saham ketika rencana holding atau merger terlaksana.‎
‎"Intinya, penyatuan ini kan demi kepentingan nasional, otomatis nanti akan ada privilege bagi holding gas ini. Jangan sampai kita bias di sini, apalagi kalau sampai kepemilikan saham asingnya puluhan persen," tuturnya.Â
‎Dia mengatakan, holding yang sepenuhnya dikuasai oleh negara akan menjamin pemanfataan atau monetisasi cadangan dan produksi gas nasional. [ysa]