Berita

Tiga Penyebab Utama Jatuhnya AirAsia QZ8501

SELASA, 01 DESEMBER 2015 | 21:30 WIB | LAPORAN:

Hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan ada tiga unsur yang menyebabkan pesawat AirAsia QZ8501 jatuh di perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada Desember 2014.

Unsur pertama adalah maskapai AirAsia ternyata belum memanfaatkan sistem perawatan pesawat menggunakan Post Flight Report (PFR) secara optimal. Sehingga, gangguan pada Rudder Travel Limiter (RTL) yang berulang-ulang tidak terselesaikan secara tuntas.

Sebab, sepanjang Januari hingga Desember 2014 pesawat AirAsia QZ8501 sudah mengalami kerusakan sebanyak 23 kali pada alat RTL yang merupakan bagian dari sistem kemudi. Kerusakan diakibatkan adanya retakan tambalan solder alias perekat dalam komponen elektronik pada RTL yang terletak di bagian ekor pesawat. Bahkan, KNKT menemukan frekuensi kerusakan semakin sering terjadi pada tiga bulan terakhir sebelum hari kecelakaan.


"Saat dibawa ke Prancis ada komponen RTL yang mengalami keretakan solder pada electronic module, pada RTL yang lokasinya berada pada vertical stabilizer," ujar Ketua Sub Komite Kecelakaan Pesawat Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo di kantornya, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Selasa (1/12).

Kedua, awak pesawat mencoba melakukan hal di luar langkah-langkah prosedur teknis mengatasi gangguan pada RTL. Padahal, gangguan tersebut bukanlah suatu yang membahayakan penerbangan.

Cahyo menjelaskan, pesawat AirAsia QZ8501 mengalami tiga kali ganguan RTL di hari naas 28 Desember 2014 lalu. Gangguan pertama muncul pada pukul 06.01 WIB, gangguan kedua pukul 6.09 WIB, gangguan ketiga 6.13 WIB, juga gangguan keempat kali pukul 06.15 WIB.

Saat gangguan keempat, pilot berusaha mengatasi permasalahan yang tidak sesuai dengan prosedur Electronic Centralized Aircraft Monitoring (ECAM), yaitu dengan mengatur ulang Flight Augmentation Computer (FAC). Hal ini dilakukan pilot saat melihat teknisi pesawat mencabut Circuit Breaker ketika pesawat masih berada di darat.

"Pada 25 Desember 2014, pesawat memang mengalami gangguan yang sama. Saat pesawat didarat, teknisi pesawat mencabut FAC. Ada indikasi Pilot melakukan hal yang sama saat pesawat di udara," ujar Cahyo

Upaya mengatur ulang Flight Augmentation Computer (FAC) yang dilakukan awak pesawat AirAsia QZ8501 mengakibatkan tujuh komponen dalam pesawat rusak. Salah satunya kerusakan itu adalah  Ganguan pada sistem RTL yang sebelumnya memang menjadi permasalahan yang terus berulang di pesawat tipe Airbus A320 itu

Cahyo menjelaskan tindakan awak pesawat setelah ganguan keempat ini mengkatifkan tanda peringatan kelima yang memunculkan pesan di ECAM berupa 'Auto FLT FAC 1 FAULT dan keenam yang memunculkan pesan di ECAM berupa Auto FLT FAC 1+2 FAULT atau auto pilot dan auto thrust tidak aktif.

"Dari usaha riset FAC, kemudian terputusnya arus listrik di komponen yang mengatur RTL Unit. Itu komponen lain yang bernama FAC. Menyebabkan radar bergerak dua derajat, dan pergerakan dua derajat ini mengakibatkan pesawat berguling miring dengan kecepatan enam derajat per detik. Tidak ada input dari pilot sampai sembilan detik sehingga pesawat mengalami kemiringan sampai 54 derajat," bebernya.

Unsur ketiga adalah kesalahan komunikasi antara pilot dan kopilot. Diketahui pilot berasal dari Indonesia dan kopilot merupakan warga negara Prancis

Hasil rekaman-rekaman Cockpit Voice Recorder (CVR) milik AirAsia QZ8501, KNKT menemukan adanya pembicaraan membingungkan atara pilot dan kopilot. Pembicaraan membingungkan tersebut terjadi beberapa saat sebelum pesawat mengalami upset condition dan stall atau kehilangan daya terbang.

Cahyo menjelaskan, saat pesawat mulai menanjak dari 32 ribu kaki ke 38 ribu kaki, kapten yang mengemudikan pesawat dengan cara manual memerintahkan untuk 'pull down'. Kecepatan pesawat saat itu mencapai 11 ribu kaki per menit.

Menurut Nurcahyo, perintah tersebut bukan perintah biasa yang diucapkan pilot. Perintah pull down disebut membingungkan, karena pull berarti menarik hidung pesawat ke atas, sementara down berarti menurunkan hidung pesawat ke bawah.

Melalui Flight Data Recorder (FDR), diketahui bahwa perintah tersebut ditanggapi berbeda. Co-pilot menarik tuas ke atas, sementara pilot menarik tuas ke bawah.

"Ini ada komunikasi yang tidak efektif. Kemungkinan perintah ini untuk mengembalikan pesawat agar seimbang," tutup Cahyo. [wah]

Populer

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Polres Tangsel Diduga Gelapkan Barbuk Sabu 20 Kg

Minggu, 21 Desember 2025 | 02:07

Pemberhentian Ijeck Demi Amankan Bobby Nasution

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:42

Indonesia, Negeri Dalam Nalar Korupsi

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:05

GAMKI Dukung Toba Pulp Lestari Ditutup

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:00

Bergelantungan Demi Listrik Nyala

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:45

Komisi Percepatan Reformasi Polri Usul Polwan Dikasih Jabatan Strategis

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:19

Putin Tak Serang Negara Lain Asal Rusia Dihormati

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:05

Ditemani Kepala BIN, Presiden Prabowo Pastikan Percepatan Pemulihan Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:38

Pemecatan Ijeck Pesanan Jokowi

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:21

Kartel, Babat Saja

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya