Pakar psikologi politik Universitas Indonesia Profesor Hamdi Muluk mengaku setuju dengan gertakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap DPR, atas rencana penolakan 10 calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan pemerintah.
"Setuju. Saya juga kalau presiden akan melakukan itu," ucapnya di Jakarta, Kamis malam (26/11).
Menurut Hamdi, Jokowi sudah tepat mendorong DPR agar pemilihan pimpinan KPK tidak terlambat. Pasalnya, pada 16 Desember nanti, masa tugas pimpinan KPK yang saat ini akan habis. Kalau DPR tetap mempermasalahkan sehingga pemilihan jadi terlambat maka yang salah adalah parlemen sendiri.
Hamdi sangat heran dengan sikap DPR yang mempermasalahkan tidak adanya unsur jaksa dalam 10 calon pimpinan KPK yang diajukan pemerintah.
"Kan sudah berkali-kali dibahas bahwa tidak ada ketentuan mutlak harus ada unsur jaksa. DPR ini aneh. Ini kan untuk kepentingan bangsa," jelasnya.
Kalau 10 nama calon pimpinan KPK dikembalikan, lanjutnya, akan butuh waktu panjang lagi. Pansel KPK harus kembali seleksi dari awal, membuka pendaftaran, melakukan penelusuran jejak rekam, sampai wawancara.
"Prosesnya bisa empat bulan lebih. Sementara, pertengahan bulan depan masa jabatan pimpinan KPK akan habis," kata Hamdi.
Hamdi mengakui, dari 10 nama yang ajukan pemerintah tidak ada yang sempurna. Namun baginya, nama-nama itu sudah cukup baik dan tidak ada masalah. Apalagi, dalam proses seleksi calon itu, Pansel terus dipelototi oleh berbagai lapisan masyarakat.
"Kalau Pansel tidak bekerja dengan benar, dari awal pasti publik sudah teriak. Pemantau-pemantau Pansel kan banyak. Aneh betul jika 10 hasil seleksi Pansel dianggap tidak ada memenuhi syarat," jelasnya.
Ditambahkan Hamdi, yang dilakukan DPR saat ini hanya mencari-cari alasan. Bisa jadi memang ada upaya DPR untuk melemahkan KPK.
"Jika kondisinya seperti ini, wajar jika masyarakat bertanya-tanya, apa ada kepentingan di DPR," tandasnya.
[wah]