Ditemui Rakyat Merdeka pada Jumat (20/11) lalu di kanÂtor notaris milik temannya, Muhammad Handoko Halim, Bekas Ketua KPK Antasari Azhar yang kini tengah menÂjalani masa asimilasi ikut memberikan sejumlah catatan pada seleksi calon pimpinan (capim) dan beberapa kasus yang ditangani KPK.
Sembari menunggu waktu salat Jumat, Antasari yang kala itu sudah rapi, mengenakan peci hitam selaras dengan kemeja putih lengan pendek bercorak kehitam-hitaman memulai pembicaraannya;
Anda terlihat cukup tegar menghadapi cobaan, apa yang menguatkan Anda?
Kebetulan saya dikasih teman buku, judulnya dihukum walau tidak bersalah. Tokohnya Nabi Yusuf, Siti Aisyah sama Maria. Mereka adalah Nabi dan orang besar di dunia ini. Mereka saja bisa digituin, apalagi saya. Dan mereka sanggup menghadapi itu, masak saya nggak bisa.
Yang Anda alami itu kan risiko jabatan?Ya buktinya, saya tidak mengirim SMS (ancaman kepada Nasruddin Zulkarnaen) itu. Ahli yang bisa kan. Pertama, menÂgapa jaksa itu tidak betul-betul bisa bekerja benar. Kan jaksa itu menerima berkas dari polisi, naÂmanya berkas tahap satu. Setelah diteliti, kira-kira ada yang hal
confuse dari fakta itu dia bisa kasih petunjuk kepada polisi. Kenapa itu tidak dilakukan.
Selain itu apalagi perlakuan mencurigakan lainnya?Ketika saya ditetapkan sebagai tersangka, saya sempat bertanya waktu itu, apakah sudah ada izin tertulis dari Jaksa Agung? Tapi entah bagaimana saat itu saya akhirnya langsung ditahan. Padahal di Pasal 8 Nomor 16 Tahun 2004, Tentang Kejaksaan itu dinyatakan apabila ingin memeriksa seorang jaksa, harus izin tertulis Jaksa Agung.
Jadi Anda belum ikhlas dengan hukuman ini?Waktu itu saya belum ikhlas. Saya waktu itu bukan menantÂang ya, tapi memang saya yakin tidak berbuat.
Terkait seleksi capim KPK, dalam waktu dekat ini akan diuji kelayakan dan kepatutÂannya (fit and proper test) baÂgaimana Anda melihatnya? Beberapa waktu lalu ada yang mengkritik dari sekian banyak capim nyaris seluruhnya tidak memiliki latar pengalaman di bidang hukum minimal 15 taÂhun. Saya setuju dengan itu. Tapi saya pikir sudah terlambat (kritik) itu. Ya mestinya sebelum Pansel bekerja.
Kalau sudah terlanjur seperti ini bagaimana dong?Begini, kalau saya lihat di koran ya, bahwa Pansel ingin orang itu memahami semua aspek keilÂmuan. Memang perlu ilmu-ilmu lain, kita penyidik sering memÂinta pendapat kepada accountan, psikolog, dan lainnya. Dalam melakukan penyidikan memang kita perlu ilmu tambahan. Tapi jangan lupa KPK ini judulnya Komisi Pemberantasan Korupsi.
Maka konotasinya adalah penÂegakan hukum. Di dalam hukum ada penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Nah itu semua kan ada ilmunya. Dan itu bukan hal yang ringan kan. Nah kalau orang nggak pernah di situ bagaimana. Misalnya Anda tiba-tiba diangkat sebagai penyidik tanpa ada penÂgalaman penyidikan.
Tapi ada alasan bahwa pimpiÂnan KPK punya tim penyelidik dan penyidik di bawahnya?Di KPK itu kalaupun lawyer di bawahnya itu yang bekerja, hasil kerjanya iya atau tidak setelah dia paparkan kepada pimpinan. Lha kalau komisionernya nggak paham, apa yang dibikin anak buah bagaimana. Bukan hanya paham, dia harus memberikan garis harus begini, harus begini, itu bagaimana. Minimal ada lah yang paham dan pernah melakuÂkan penyidikan korupsi.
Dalam draft rancangan reÂvisi UU Nomor 30 Tahun 2012, umur KPK mau dibatasi 12 tahun, Anda setuju?Sekarang kita prediksi kaÂpan korupsi kita habis. Apa bisa diprediksi. Sebenarnya nggak ada dibatasi, nggak usah. Kecuali kita bisa prediksi 10 tahun lagi korupsi habis, itu bukan hanya KPK, semua harus diberhentiin.
Banyak juga yang menilai bahwa KPK saat ini masih sangat rentan dengan tarik menarik kepentingan?Sebenarnya tarik menarik itu sejak zaman saya sudah ada, hanya kan masalahnya baÂgaimana figur seorang pimpinan memutuskan mana yang akan kita munculkan ke permukaan dan mana yang tidak.
Padahal KPK itu kan idealÂnya harus steril dari tarik meÂnarik kepentingan, termasuk kepentingan politik?Oh pasti. Kalau KPK (dibilÂang) produk politik, ya. Karena (dipilih) melalui anggota DPR, tapi bukan berarti dia berpoliÂtik. Kalau KPK berpolitik, jadi lembaga politik jadinya dan itu gawat dong. KPK kan punya daya imunitas, wah ini politik ikut campur, kan kita bisa menoÂlaknya.
Beralih ke topik lain. Anda sempat mengungkapkan saat di KPK dulu Anda pernah diaÂjak rapat di Istana oleh Presiden Yudhoyono untuk memÂbahas bailout Bank Century. Kini proses bailout itu menjadi megaskandal yang hingga kini belum juga dirampungkan oleh KPK, ada apa ini?Nah kalau
Rakyat Merdeka gitu ya, langsung cus, cus, cus. Itu tanya ke KPK sekarang lah. Kalau tanya sama saya konoÂtasinya kok ikut-ikut bicara Century, memangnya saya siapa sekarang. Saat itu kan saya hanÂya minta BPK melakukan audit investigasi. Kelanjutannya mau diapain kan KPK sekarang.
Kok sikap Anda berubah, bukankah dulu Anda sempat berniat ingin membongkar kasus ini?Karena memang posisi kita sekarang beda, kita duduk di ruang sama, iya. Tapi minimal di dalam sanubari kita berÂbeda. Anda orang bebas, habis ngomong anda pulang. Saya haÂbis ngomong masuk sel lagi. Dan banyak hal lah rambu-rambu itu. Saya minta tolong dimaklumi.
Apa karena orang di balik kasus Century ini powernya masih kuat?Kuat atau nggak saya nggak tahu.
Jadi kenapa anda dulu memÂbuka kasus ini?Saya kan ingin jelas, setelah terima laporan (tentang kasus Century) itu bentuknya 'kucing, tikus' atau apa. Nah kan menurut undang-undang itu yang bisa mengaudit itu kan BPK. Audit belum selesai saya sudah masuk duluan.
Analisis anda, apa kasus ini kira-kira bisa selesai?Apakah akan selesai atau sampai kapan selesai tergantung siapa yang memimpin lembaga yang bisa menyelesaikan itu. Ini kan dimulai oleh KPK, harusnya kan diakhiri juga oleh KPK.
Sebenarnya KPK mampu ngÂgak menyelesaikan kasus ini?Yang saya lihat sih, saya sebagai warga negara ya, bukan selaku mantan ketua KPK saya baca koran saya lihat. Kan sudah ada Budi Mulya, sudah putus. Dan konon katanya Budi Mulya terÂbukti, artinya dakwaan terbukti, di dakwaan itu katanya Budi Mulya itu bersama-sama, si A, B, C, D, kenapa nggak diterusin...
Jadi?Justru pertanyaan anda perÂtanyaan saya juga sebetulnya. Kalau saya bilang harus begini, harus begini, memangnya saya siapa. ***