Hafidz Abbas menilai masih ada yang perlu disempurnaÂkan dari poin-poin Surat Edaran Kapolri yang memuat tentang prosedural penanganan kasus ujaran kebenÂcian alias hate speech. Dia mewanti-wanti upaya untuk menghidupkan kembali pasal-pasal karet melalui surat edaran berpotensi merusak tatanan demokrasi yang suÂdah dirawat selama 17 tahun lebih. Berikut wawancara selengkapnya;
Bagaimana tinjauan Hak Asasi Manusia terhadap poin-poin dalam surat edaran Kapolri terkait penanganan ujaran kebencian?
Ya memang dalam Undang-undang Dasar 1945 itu Pasal 28, di situ ditegaskan silakan ya sebebas-bebasnya, tetapi jangan sampai kebebasan itu mengÂganggu hak orang lain. Jadi kalau kita ungkapkan teguran yang bisa membuat orang lain tersakiti, itu kan bertentangan dengan amanat ini. Jadi silakan sebebas-bebasnya, tapi jangan sampai menciptakan gangguan keamanan.
Contohnya?
Contohnya?Misalnya memblok jalan, mengganggu ketertiban, keamanan,dan juga harus memperhatikan nilai-nilai agama budaya, moral, itu jelas sekali dibaca pasal 28 c itu.
Berarti dalam perspektif HAM, ujaran kebencian meÂmang tidak dibenarkan?Dalam perspektif HAM meÂmang ada dua jenis crime, dua jenis kekejaman, dua jenis violence.
Apa saja itu?Ada yang sifatnya fisik, ada yang sifatnya nonfisik. Kalau yang fisik itu orang yang digeÂbukin, perang, dan pembakaran. Tetapi, ada kekejaman yang non fisik, misalnya orang yang difitÂnah, surat kaleng dan macam-macam yang menurut pandanÂgan kami itu seperti api dengan bensin. Jadi kalau kekejaman fisik ini dihindari, maka mudah. Jauhkan api dari bensin.
Maksudnya?Benturan-benturan kebencian itu harus dihindari. Supaya keÂhidupan masyarakat itu interakÂsinya lebih lembut, lebih menjunÂjung tinggi dignity (martabat).
Nah dari sini perlu ditelaah, sebab kalau kita lihat beberapa waktu lalu ketika Inggris, dalam hal Salman Rushdi, membuat pernyataan mengenai adanya setan kan membawa kekisruhan global. Begitu juga film-film Fitna yang dibuat di Belanda, menimbulkan kekisruhan barat dengan Islam. Jadi ini memang harus dipahami, hanya saja peÂmatangan dari bentuk hate speech itu, harus lebih elaboratif.
Apa masukan anda terkait surat edaran ini?Jadi perlu dilihat dari negara-negara lain, bagaimana menerapÂkan larangan hate speech, dan hamÂpir seluruh negara di dunia sudah mengadopsi pendekatan ini.
Contohnya?Bagi siapa menyebarkan keÂbencian tanpa didasari oleh bukti-bukti yang kuat, tidak berÂtanggung jawab, itu di Belanda dipidana tiga tahun. Di Belgia juga begitu, ada dua tahun. Saya lihat rata-rata dua atau tiga tahun. Di sinilah pentingnya sosialisasi, dan pemahaman budaya yang saling menghargai.
Tapi di surat itu justru disebut-sebut menghidupkan pasal karet, mengenai penceÂmaran nama baik. Padahal pasal yang memuat tentang itu sudah pernah dicabut oleh MK. Ini bagaimana?Nah di situlah sebenarnya yang disayangkan. Lalu dengan poin itu meredupkan proses demokrasi yang telah kita rawat dan jalani 17 tahun terakhir ini. Jangan sampai surat edaran ini menyebabkan kebebasan berekÂspresi mengalami keredupan.
Dia tetap harus kondusif, harus mendorong kebebasan itu, tapi kebebasan yang lebih bertanggung jawab.
Makanya perlu ada kajian, meÂlihat pengalaman negara-negara lain bagaimana menumbuhkan kebudayaan yang berimbang antara kebebasan dan tanggung jawab. ***