nasaruddin umar/net
nasaruddin umar/net
BLASPHEMY menurut baÂhasa berarti penghujatan, pencemaran, penjelekan, dan pemfitnahan. Dalam bahasa populer blaspheÂmy sering diartikan sebagai penghinaan, penistaan, atau penodaan terhadap hal-hal yang menyangkut agama dan keyakinan seseorang atau kelompok. Penistaan atau penodaan terseÂbut bisa dalam bentuk kata-kata, tulisan, display gambar, karikatur, film, dan aksi karikatur. BlasÂphemy oleh banyak negara termasuk pelangÂgaran pidana yang diancam dikenakan sanksi, karena berpotensi menimbulkan keresahan dan kerusuhan di dalam masyarakat.
Begitu pentingnya persoalan ini maka dimunÂculkkan di dalam piagam International Covenant on Civil and Political Rights, kemudian diseruÂkan untuk diratifikasi seluruh Negara. Indonesia termasuk salahsatu negara yang meratifikasinya menjadi UU No. 12 Tahun 2005. Salahsatu pasal penting UU ini ialah pasal 18 Ayat (1) dan (2) seÂbagai berikut: (1) Setiap orang berhak atas kebeÂbasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup, unÂtuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran. (2) Tidak seorang pun boleh diÂpaksa sehingga mengganggu kebebasannya unÂtuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
Jauh sebelum UU No. 12 Tahun 2005 ini, IndoÂnesia sudah menetapkan UU PNPS No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, yang menegaskan dalam pasal 1 dan 2 sebagai berikut: Setiap orang dilaÂrang dengan sengaja di muka umum menceritaÂkan, menganjurkan atau mengusahakan dukunÂgan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyÂimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. BaÂrang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. ApabiÂla pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat memÂbubarkan organisasi itu dan menyatakan organÂisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendaÂpat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00
Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03
Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02
UPDATE
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22
Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12
Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06
Senin, 15 Desember 2025 | 23:34
Senin, 15 Desember 2025 | 23:34
Senin, 15 Desember 2025 | 23:10
Senin, 15 Desember 2025 | 23:07