Berita

presiden ma dan presiden xi/net

Dunia

Mengukur Pertemuan Dua China di Singapura

SABTU, 07 NOVEMBER 2015 | 21:25 WIB | OLEH: TEGUH SANTOSA

Revolusi 1949 membelah China menjadi dua. Partai Komunis yang memenangkan pertarungan dan menguasai sebagian besar negeri China di daratan dan mendirikan Republik Rakyat China.

Sementara pengikut Partai Nasional yang dipimpin Chiang Kai-shek angkat kaki ke Taiwan dan mendirikan Repulik China yang didukung Amerika Serikat dan blok Barat.

Untuk waktu yang cukup lama kedua negeri tak menjalin komunikasi. Di bawah rezim komunis, China memilih menutup pintu.

Sejak perpisahan yang menyakitkan itu Taiwan mengembangkan sistem politik dan ekonomi terbuka, dan lebih dahulu mengecap hasil pembangunan dan berjaya secara ekonomi di kawasan Laut China Selatan. Sampai tahun 1971 Taiwan menikmati privilege sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, sebelum akhirnya kursi itu diberikan kepada RRC yang dianggap lebih pantas.

Di sisi lain Mao Tse Tung dan pemimpin-pemimpin China setelahnya membangun negara itu dalam diam. Sekitar dua dekade lalu, setelah Uni Soviet yang menjadi saingan RRC di blok Timur tumbang, China sedikit banyak mengubah strategi pembangunan, membuka diri dan memperlihatkan kekuatannya pada dunia sekaligus menjadi penantang terkuat dalam perebutan pengaruh di Laut China Selatan.

Sejak dua dekade terakhir itu hubungan China dan Taiwan lebih dinamis. Perbaikan hubungan terlihat semakin nyata pada 2008, ditandai dengan pertemuan pemimpin Partai Komunis China Hu Jiantao dan pemimpin Kuomintang yang berkuasa di Taiwan, Wu Po-hsiung. Keduanya setuju pada hasil pertemuan semi-resmi di tahun 1992 dimana kedua negara sepakat pada prinsip Satu China, namun memiliki definisi sendiri atas prinsip itu.

Ma Ying-jeou yang kini berkuasa di Taiwan, sejak 2008 pun memperlihatkan keinginannya menjalin hubungan yang lebih bersahabat dengan China di daratan. Dia misalnya pernah mengatakan, sudah saatnya hubungan China dan Taiwan diubah dari sebelumnya didasarkan pada prinsip saling menguntungkan tanpa mengakui (mutual non-recognition) menjadi saling menguntungkan tanpa mengabaikan (mutual non-denial).

Pertemuan Ma Ying-jeou yang kini adalah Presiden Taiwan dengan Presiden RRC Xi Jinping di Singapura, Sabtu siang ini (7/11), seakan menjadi puncak dari perjalanan panjang kedua negara meninggalkan fase state of war. Pertemuan kedua pemimpin ini pun semakin penting untuk dicermati karena terjadi di tengah upaya China memperkuat dominasi baik secara ekonomi mapun politik dan militer (khususnya) di kawasan Laut China Selatan, dan menjadi penantang utama Amerika Serikat selain Rusia dalam perebutan hegemoni di dunia.

Pertemuan Xi dan Ma di Shangri La Singapura tadi pun digambarkan dengan sangat dramatis. Keduanya datang dari arah yang berlawanan kemudian bertemu di tengah sebuah aula yang telah disulap menjadi taman yang asri. Laporan media setempat mengatakan, Xi dan Ma berjabat tangan dan melambai ke arah jurnalis selama satu menit sebelum akhirnya memasuki ruang pertemuan dimana anggota delegasi kedua negara telah menunggu.

Dalam pertemuan ini, demi menghormati posisi masing-masing negara, Xi dan Ma tidak menggunakan kata presiden saat saling menyapa.

Dalam sambutannya, Xi mengatakan, kedua China adalah satu saudara dan tidak ada yang dapat memisahkan mereka. Dia menggambarkan hubungan lintas-selat lebih tebal dari darah, serta tragedi di masa lalu tidak boleh terulang kembali.

Ma yang seperti Xi juga membaca sambutannya, mengatakan pertemuan mereka merupakan upaya untuk menyisihkan konflik dan menggantikannya dengan dialog. Ma juga mengajak memperkuat konsensus 1992 dan menjaga perdamaian Lintas-Selat.

Hal lain yang disampaikan Ma adalah perlunya menghilangkan rasa permusuhan dan menyelesaikan perbedaan pendapat dengan menggunakan pendekatan damai, selain memperluas kerjasama untuk mencapai win-win solution.

Melihat jejak hubungan kedua China tidak berlebihan bila pertemuan Xi dan Ma diperkirakan berakhir dengan hasil positif.

Ini tentu saja akan menjadi semacam sentimen baru di kawasan Asia Timur di tengah pertarungan hegemoni yang semakin kental antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat China.

Amerika Serikat sudah melakukan berbagai upaya untuk menghadapi kebangkitan China, mulai dari memberikan restu kepada Jepang untuk membangun kapasitas militer sampai menarik sejumlah negara yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan, yakni Vietnam, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia dan Jepang, bergabung dalam Trans Pacific Partnership.

Taiwan yang selama ini dikenal sebagai salah satu skondan Amerika Serikat di Asia Timur, selain Korea Selatan dan Jepang, justru tidak memperlihatkan keinginan untuk bergabung dengan blok TPP. Korea Selatan juga memperlihatkan keengganan bergabung dalam blok TPP dan tentu saja menolak mendukung kebangkitan militer Jepang.

Pertemuan Presiden Xi dan Presiden Ma di Singapura walhasil dapat dilihat sebagai perimbangan kekuasaan (balancing of power) baru di kawasan itu. [dem]

Penulis juga mengajar di Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Anis Matta hingga Fahri Hamzah Hadir di Pelantikan Pengurus Partai Gelora 2024-2029

Sabtu, 22 Februari 2025 | 15:31

Fitur Investasi Emas Super Apps BRImo Catatkan Transaksi Rp279,8 miliar

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:48

Adian Napitupulu hingga Ahmad Basarah Merapat ke Rumah Megawati

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:35

Muslim LifeFair Bantu UMKM Kota Bekasi Naik Kelas

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:28

AS Ancam Cabut Akses Ukraina ke Starlink jika Menolak Serahkan Mineral Berharga

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:12

Kapolri Terbuka dengan Kritik, Termasuk dari Band Sukatani

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:58

Himbara Catat Kinerja Solid di Tengah Dinamika Ekonomi Global

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:56

Mendagri: Kepala Daerah Bertanggung Jawab ke Rakyat, Bukan Partai

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:21

Jual Ribuan Konten Porno Anak Via Telegram, Pria Ini Diringkus Polisi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:11

Trump Guncang Pentagon, Pecat Jenderal Brown dan 5 Perwira Tinggi Sekaligus

Sabtu, 22 Februari 2025 | 12:36

Selengkapnya