nasaruddin umar/net
nasaruddin umar/net
PERKEMBANGAN mazhab fikih dalam lintasan sejaÂrah sering dipengaruhi oleh kekuatan penguasa. SeÂmakin kuat pengaruh penÂguasa dan semakin lemah posisi para ulama semakin lamban perkembangan fikih. Sebaliknya semakin kurang intervensi penguasa dan semakin besar otonomi ulama, maka semakin produktif pula perkembangan fikih. Kejayaan pemikiran para ulama fikih hingga bisa melaÂhirkan fikih monumental tidak lepas dari kekuaÂtan otonomi individual para ulama. Empat imam mazhab utama yang dikenal di dalam sejarah, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi', dan Imam Ahmad ibn Hanbal, keseluÂruhannya termasuk ulama yang tangguh, baik dari segi kapasitas keilmuan maupun dari segi kekuatan prinsip idealisme.
Sebagai orang pintar dan memiliki kekuaÂtan prinsip idealisme maka sudah barang tentu memiliki hubungan pasang surut dengan penÂguasa. Ada masa-masa di mana mereka bersemi dengan pemerintah tetapi ada juga masa-masa berseberangan bahkan berkonfrontasi dengan penguasa. Kasus mihnah dapat menjadi contoh, bagaimana seorang Ahmad ibn Hanbal misalÂnya bisa berseberangan dengan penguasa, bahÂka pernah menjalani hukuman fisik demi untuk mempertahankan sebuah perinsip. Ulama-ulaÂma yang pintar dan kokoh dalam perinsip sangat diperlukan saat ini. Apalagi kalangan ulama yang diamanti untuk menetapkan fatwa dalam berbaÂgai perkembangan dan produk, betul-betul diperÂlukan ulama yang kokoh, khususnya bagi ulama yang memiliki kapasitas khusus sebagai anggota MUI atau pemimpin ormas.
Fikih Kebinnekaan diharapkan lahir dari produk orisinal para ulama tanpa ada intervensi dari penÂguasa atau kekuatan lain yang tidak ada relevansinÂya dengan pembinaan dan pembangunan Fikih. DaÂlam era revormasi sekitar tahun 2009 sebuetulnya era paling tepat mengevaluasi secara komprehenÂsif strategi pembinaan hukum fikih kita selama ini. Perlu diketahui bahwa pembinaan fikih Islam harus dianggap sebagai sesuatua yang tidak pernah seleÂsai (on-going process). Setiap hari masyarakat berÂhadapan dengan persoalan kompleks dan menarik dalam berbagai sektor kehidupan manusia. IdealÂnya fikih Islam selalu hadir dengan wajah yang seÂsuai dengan kondisi obyektif yang terjadi di dalam masyarakat. Adalah tidak bijaksana kita menyeleÂsaikan problem mikro masyarakat modern dengan menggunakan fikih klasik. Persoalan baru sebaiÂknya dihadapi pula dengan fikih yang relevan. BaÂgaimana mungkin kita bisa menyuguhkan keadilan hukum jika problem baru diselesaikan dengan praÂnata klasik.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
UPDATE
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25