Berita

Bisnis

KEBAKARAN HUTAN

Penegakan Hukum Terkesan Melemahkan Industri Sawit

SELASA, 27 OKTOBER 2015 | 18:42 WIB | LAPORAN:

Pemerintah dianggap amburadul menangani kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha dan masyarakat.

"Pemerintah terkesan buru-buru dalam mencari pihak yang salah dalam kasus kebakaran lahan. Terkesan pemerintah hanya ingin membuat publik senang sesaat," ujar Sekretaris Jenderal Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya’roni, Selasa (27/10).

Hal senada dikatakan anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo. Ia meminta pemerintah mengedepankan praduga tak bersalah dalam setiap keputusan agar tidak menimbulkan persoalan baru. Menurut Firman, penegakan hukum bagi korporasi nakal harus dilakukan, namun tetap harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Sebab jika dipaksakan, investor asing akan melihat bahwa pemerintah tidak menjamin kepastian hukum.


Firman juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak tegas dan terprovokasi dalam permainan kelompok tertentu untuk menjadikan sejumlah korporasi sebagai target pesakitan. Diungkapkannya, berdasarkan penelusuran intelijen, kebakaran tidak terjadi begitu saja dan penyebarannya merata di hampir semua provinsi yang memiliki sumber daya alam unggulan seperti kelapa sawit dan pulp.

Diduganya, di balik bencana itu ada grand design yang dimainkan pihak tertentu untuk melemahkan industri khususnya sawit dan pulp di Indonesia. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan dan keluguan masyarakat dengan memanfaatkan celah pada pasal 69 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2009 yang membolehkan masyarakat membakar lahan dengan luasan maksimal dua hektar per kepala keluarga.

Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, meminta pemerintah bijak dan transparan dalam melakukan penegakan hukum dalam mencari dalang pembakar hutan Indonesia.

Diharapkannya, pemerintah obyektif, transparan dan mempertimbangkan efek lain pembekuan dan pencabutan izin usaha. Salah satunya, di dalam perusahaan ada lima juta tenaga kerja yang bekerja di sektor sawit.

"Kalau nanti sanksi mencabut semua, artinya masalah baru muncul, pengangguran bertambah dan membuat masalah baru," tegasnya.

Dukungan terhadap perusahaan sawit juga datang dari Ketua DPR RI, Setya Novanto, yang meminta pemerintah mempertimbangkan pencabutan izin perkebunan sawit. Ia meminta pemerintah menyadari sawit sebagai salah satu faktor penguat ekonomi. [ald]

Populer

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya