Yusril Ihza Mahendra kuasa hukum pengurus Golkar kubu Aburizal Bakrie menilai, penafsiran kubu Munas Ancol terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) untuk mengembalikan ke kepengurusan Riau tahun 2009, adalah keliru. Lantas, bagaimana reaksi kubu Munas Ancol? Berikut wawancara dengan Waketum DPP Golkar versi Munas Ancol Priyo Budi Santoso yang dihubungi Rakyat Merdeka;
Apa tanggapan anda?
Pak Yusril tidak salah, itu betul. Karena putusan itu adalah mencabut keputusan Menkumham tentang pengesaÂhan Munas Ancol. Tapi kepuÂtusan MAtersebut juga tidak menghidupkan atau memerintahÂkan Menkumham untuk mengeÂsahkan Munas Bali. Sebenarnya, kalau itu soalnya kami masih bisa menerima lapang dada bagi kita yang menganut mazhab reÂkonsiliasi.
Anda melihat putusan MA sudah ideal?
Anda melihat putusan MA sudah ideal?Saya kira meski dianggap tidak ideal oleh masing-masing pihak baik kubu Ancol maupun Bali. Karenanya pasti inginnya menang, tapi itu harus kita terÂjemahkan sebagai keinginan MAmemberikan sinyal ke Golkar agar mengadakan rekonsiliÂasi. Karena itu patut didukung. Meski tidak ideal, tapi putusan MAharus kita hormati. Karena ini pintu masuk untuk melakÂsanakan rekonsiliasi. Dengan demikian, kalau nanti nggak ada pengurus Riau, jadi pengurus mana (nanti yang menggelar muÂnas), karena nggak ada perintah untuk menghidupkan manapun.
Lantas harusnya mekanisÂmenya bagaimana?Mekanisme yang dapat ditempuh oleh Golkar, sudah tentu kalau periodenya habis harus melaksanakan Munas. Kepengurusan yang Riau tadiÂlah, kemungkinan yang memÂpunyai posisi untuk mengatur semuanya.
Soal waktu baiknya untuk menggelar Munas kapan? Ya hari-hari ini kan lagi konÂsen untuk pilkada, apakah cukup wise didesak untuk melaksanaÂkan munas sekarang juga. Di saat semua energi, komponen terutama teman-teman di daerah itu terkonsentrasi untuk mensukÂseskan pilkada. Kalau melihat itu, lebih baik kita konsentrasi untuk pilkada, walaupun untuk acara yang bersifat perjumpÂaan nasional atau untuk acara persiapan munas atau apapun. Harusnya itu bisa dilaksanakan sesudah pilkada ini. Sehingga tidak mengganggu dan menjadi beban nasional dan memicu hal-hal yang tidak baik pada pelakÂsanaan pilkada serentak.
Secara resmi apa sikap kubu Munas Ancol terkait putusan MA ini?Beberapa hari lalu kita sudah mengadakan rapat yang khusus diselenggarakan untuk menÂsikapi hasil putusan MA. Rapat waktu itu memang belum final memutuskan seperti apa, karena sampai detik ini kami belum mendapatkan salinan putusan MA. Masih menebak-nebak dan memperkirakan apa yang akan terjadi.
Ada wacana untuk melakukan PK (Peninjauan Kembali)?Ya, meskipun sudah ada anÂcang-ancang. Ada pemikiran-pemikiran untuk melakukan PK dan seterusnya-seterusnya.
Bukankah lebih baik rekonÂsiliasi?Tapi saya kira pikiran-pikiran itu tetap dihormati, namun itu tidak pernah kita rencanakan. Lebih baik pikiran itu kita taruh di bawah meja, dan kita konsenÂtrasi untuk menggunakan apapun keputusan MA tersebut, menjadi pintu masuk untuk rekonsiliasi. Itu lebih baik. Mayoritas suara rapat kemarin diarahkan ke situ, supaya konflik tidak berlarut-larut.
Apa yang harus dilakukan supaya konflik ini cepat seÂlesai?Ya kedua belah pihak tidak bersikukuh untuk menginterÂpretasikan menurut kacamata sepihak.
Kalau itu terjadi?Percaya sama saya, pasti konfÂlik hukum terus. Dan nggak akan selesai karena nanti akan ada PK dan PK lagi dan seterÂusnya. Kalaupun selesai sampai setelah pemilu nanti. Dan ini sudah tentu tidak kita kehendaki. Saya termasuk yang mengajak kedua belah pihak untuk wisÂdom, lebih mengedepankan kebersamaan seperti yang telah digagas oleh para senior, Pak Jusuf Kalla, Pak Habibie, Pak Akbar Tanjung, Pak Siswono, semua itu termasuk tokoh dari daerah. Itu adalah tokoh-tokoh yang sangat kita hormati selama ini. Apalagi suasana kebatinan di daerah juga mengharapkan yang sama. Karena pilihannya hanya rekonsiliasi. ***