BEBERAPA Aspek Positif (Keberhasilan) :
1. Agresif membangun infrastruktur transportasi yang dilalaikan oleh pemerintahan sebelumnya dengan target menurunkan 'biaya logistik' di Indonesia.
2. Aktif memulai pembangunan di Papua dan keberpihakan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla terhadap daerah tertinggal lain di Indonesia.
3. Agresif dan konsisten memberantas ilegal fishing.
4. Aktif membangun dan menyelesaikan berbagai bendungan dan irigasi untuk membangun ketahanan pangan Indonesia.
5. Berupaya nyata meningkatkan produktifitas petani dan menekan impor pangan, kontras dengan pemerintahan sebelumnya yang sangat agresif melakukan impor pangan.
6. Ada upaya nyata dan itikad baik memberantas mafia BBM, jauh berbeda seperti langit dengan bumi dengan masa pemerintahan SBY, walaupun masih menggantung dan belum tuntas.
7. Keberanian dan kecepatan Presiden dan Wapres dalam mengambil keputusan, apalagi yang sulit dan tidak populer, sangat kontras dengan karakter kepemimpinan nasional sebelumnya.
Beberapa Aspek Negatif (Kegagalan) :
1. Defisit fiskal, anggaran dan transaksi berjalan, defisit neraca pembayaran dan berbagai permasalahan yang diwariskan Pemerintahan sebelumnya tidak diantisipasi dan direspon dengan baik sehingga mengakibatkan mundurnya perekonomian nasional. Ekonomi yang sangat rapuh yang diwariskan pemerintahan sebelumnya serta imbas negatif ekonomi global menjadi bencana, membuat kurs Rupiah jatuh dan pertumbuhan ekonomi melambat.
2. Meningkatnya kemiskinan dan semakin tinggi kesenjangan sosial (Gini Ratio).
3. Meledaknya inflasi akibat lonjakan harga barang dan jasa.
4. Lemahnya penegakan hukum dan supremasi hukum sehingga tidak mendorong terciptanya 'lingkaran kebaikan' pada institusi penegak hukum.
5. Hutang luar negeri melonjak sangat drastis bertolak belakang dengan janji saat kampanye. Pemerintahan Jokowi-JK harusnya ightiar maksimal menggenjot pendapatan migas dan non migas. Jika meminjam harusnya dari dalam negeri dengan menghimpun dana masyarakat.
6. Korupsi yang massif di pusat dan daerah pada masa pemerintahan sebelumnya, berpotensi semakin melonjak karena intervensi Presiden lewat Inpres/Keppres.
7. Pemberantasan illegal mining, illegal logging, illegal impor dan sejenis, tidak agresif seiring sejalan dengan pemberantasan illegal fishing.
8. Pembakaran lahan yang tidak tuntas pada pemerintahan sebelumnya tidak diantisipasi sesuai dengan janji, mengakibatkan penderitaan rakyat yang luar biasa.
9. Penyerapan anggaran pemerintahan Jokowi-JK sangat rendah dan lambat.
10. Transparansi dan akuntabilitas berbagai 'Mega Proyek' bermasalah, serta melanggar asas-asas Good Government Governance seperti misalnya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
11. Penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN yang sudah mencapai 80 Trilyun dan akan terus meningkat, sangat rawan dikorupsi. PMN ini cenderung merusak visi dan misi BUMN yang sejak masa Soeharto dijadikan salah satu sumber pendapatan negara atau 'profit center', malah sekarang menjadi 'cost center'.
12. Kwalitas dan kompetensi para Menteri kurang memadai menghadapi kompleksnya permasalahan bangsa dan negara saat ini. Mayoritas Menteri tidak berani melakukan terobosan penyegaran dan penggantian para pejabat eselon 1 s/d 3 yang menjadi eksekutor di lapangan.
13. Banyaknya janji baik pada saat kampanye Pilpres maupun janji setelah dilantik, tidak atau belum direalisasikan. Pemerintahan Jokowi-JK harus menahan diri untuk tidak mudah berjanji kepada rakyat, meskipun bisa dipahami alasan dan tujuannya untuk kebaikan.
Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan (ATHG) bagi Pemerintahan Jokowi-JK :
1. Ancaman konflik laten bernuansa SARA di beberapa wilayah Nusantara yang sesungguhnya disebabkan karena kecemburuan sosial atau ditunggangi kepentingan tertentu. Ancaman merebaknya kembali paham dan ideologi komunis di Indonesia. Ancaman badai El-Nino dan perubahan iklim yang mengancam produksi dan ketahanan pangan. Ancaman badai ekonomi yang melanda China (Tiongkok) dan Amerika. Ancaman gonjang ganjing (instabilitas) politik nasional pada tahun 2016 yang akan datang.
2. Berbagai tantangan, antara lain adanya polarisasi dua kutub koalisi di DPR (KIH dan KMP). Terbentuknya 2 kubu di kalangan publik, khususnya segmen elite dan intelektual, yakni 'lovers' dan 'haters' (sangat nyata di media sosial). Lingkaran dalam Presiden Jokowi memblokir media dan pengamat yang kritis terhadap Presiden Jokowi (seharusnya teman dipelihara, lawan dirangkul, bukan dimusuhi).
3. Berbagai hambatan internal antara lain adanya "unsur tinggal" dari pemerintahan sebelumnya, seperti para pejabat setingkat badan, pejabat eselon 1 s/d 3 di pusat dan para pejabat di daerah, yang memiliki sejarah khusus dan loyalitas kepada kepemimpinan nasional yang sebelumnya; apalagi 'the rulling party' sebelumnya berambisi memenangkan Pemilu 2019 nanti. Lambannya dan tidak efisiennya kultur dan kinerja birokrasi pemerintahan. Rendahnya kapasitas dan kompetensi para Menteri teknis sehingga tidak mampu dan tidak adaptif merespon berbagai masalah kompleks di Indonesia yang sudah lama belum terurai dan terpecahkan.
4. Gangguan dari dalam negeri dan gangguan dari luar negeri (negara asing maupun institusi), para spekulan bisa membuat depresiasi dan apresiasi kurs Rupiah terhadap US Dollar seperti 'roller coaster', naik dan turun dalam tempo singkat. Gangguan terselubung dari luar negeri yakni semua ATPM (asing) menaikkan harga jual mobil setiap tahun rata-rata 10 persen sejak dahulu hingga sekarang, sehingga otomatis setiap tahun Rupiah terdepresiasi dan menyumbang inflasi. Gangguan lain dari dalam negeri yakni lawan politik atau kubu yang tidak sehaluan, seolah-olah mendukung atau tidak menentang, tetapi sesungguhnya menjerumuskan.
(Tulisan ini juga disampaikan dalam Group Diskusi Indonesia Hari Sabtu, 17 Oktober 2015). Penulis adalah Presiden Negarawan Center