Warga perumahan Villa Asean mulai mendatangi kediaman Kapten Teguh Mulyatno di Blok A-5, Pondok Cabe Udik, Pamulang, Tangerang Selatan.
Begitu sampai, warga langsung menuju ke sisi kiri halaman. Puluhan bangku plastik hijau meÂmenuhi bagian tersebut. Bangku-bangku itu disusun menghadap ke arah rumah Kapten Teguh.
Sebuah televisi 14 inc, tersedia di ujung sebelah kanan deretan bangku tadi. Sementara kopi, teh, dan air panas sudah tersedia di termos yang diletakkan dekat lemari televisi. Warga pun bisa bercengkrama sambil menikmati tayangan televisi, dan minum kopi atau teh.
Pukul 19.00, warga yang hadÂir berbondong-bondong masuk ke dalam rumah. Ibu-ibu masuk lewat pintu samping, dan menuÂju ke ruang tengah. Sementara bapak-bapak masuk lewat pintu depan, dan berkumpul di ruang tamu. Bangku-bangku sudah dipindahkan. Tikar dan karpet sudah digelar di kedua ruangan tersebut.
Acara pengajian itu hanya berÂlangsung setengah jam. Semua orang yang hadir berdoa bersaÂma, meminta keselamatan bagi Kapten Teguh. Sebab sampai malam itu, kabar Teguh belum diketahui.
"Jadi kami hanya bisa berharap yang terbaik, dan mendoakan agar beliau selamat. Sisanya kami serahkan kepada Allah SWT," ujar salah seorang kerabat Kapten Teguh, Herman seusai pengajian pada Selasa (13/10).
Dia menyatakan, saat itu pihak keluarga masih menunggu kabar tentang keberadaan Teguh. Anak pertama keluarga itu, Bagas dituÂgaskan untuk memantau situasi di Medan. Siswa kelas 3 SMU itu ditemani oleh salah seorang sepupu Kapten Teguh, Riko. Sementara istri Kapten Teguh, kembali ke Jakarta sejak Senin dini hari.
"Perkembangan informasi kami pantau terus lewat media, dan telepon dari Bagas. Info tentang ditemukannya korban selamat itu, awalnya kami ketaÂhui melalui sambungan telpon dari Bagas," tutur Herman.
Dia mengatakan, keluarga beÂsar Kapten Teguh kaget dengan kejadian tersebut. Mereka juga tidak memiliki firasat apapun sebelum helikopter dikabarkan hilang kontak. Sesaat sebelum terbang, Teguh masih sempat berkomunikasi dengan keluargÂanya, melalui handphone.
"Saya juga awalnya pas lihat beritanya Minggu siang, saya cuekin. Karena tidak kepikiran heli yang hilang itu dikemudikan beliau. Sorenya pas mencerÂmati lagi dan melihat ada nama Kapten Teguh, baru sadar," ucapnya.
Menurut Herman, meski sudah melakukan pengajian, pihak keÂluarga masih merasa cemas dan sedih, menunggu kepastian konÂdisi Kapten Teguh. Anak kedua Kapten Teguh yang bernama Caca, tidak mau keluar rumah sejak Senin. Siswi kelas 3 SMP itu lebih banyak mengurung diri, dan menangis. Begitu juga dengan sang istri, Nurhidayati.
"Makanya sampai sekarang dia belum siap untuk bertemu dengan rekan -rekan media. Nanti mungkin kalau sudah ada kabar baik, atau minimal kepasÂtianlah, baru mau," ucapnya.
Seperti diketahui, Helikopter carter tipe EC 140 PK-BKAhilang kontak Minggu (11/10/2015), pukul 12:20 WIB. Helikopter terbang pukul 11.30 WIB, dan seharusnya sudah mendarat di Bandara Kualanamu pukul 12.35 WIB. Operator penerÂbangan pesawat ini adalah PTPenerbangan Angkasa Semesta. Helikopter ini diterbangkan Kapten Teguh Mulyatno, tekÂnisi Hari Poerwantono dan tiga penumpang, yakni Nurhayanto, Giyanto dan Fransiskus.
Sejauh ini baru satu penumpÂang ditemukan. Penumpang yang ditemukan dalam kondisi selamat bernama Fransiskus. Korban ditemukan oleh tim gabungan yang terdiri dari Badan SARNasional, TNIdan Polisi di perairan Danau Toba jam 1 siang. Ketika ditemukan, tubuh korban sudah mulai membiru karena kedinginan. Tangannya juga mulai terlihat berkerut karena kondisi hipotermia, terlalu lama di dalam air.
Menurut Herman, Teguh adaÂlah pilot yang berpengalaman. Teguh baru belakangan ini berÂtugas di Medan, sebelumnya dia sempat lama di Jakarta. Herman sudah mengikuti Teguh sejak masih menempuh pendidikan untuk menjadi pilot.
"Sebelumnya Kapten Teguh pernah bekerja di Skadron 21/Sena di Bandara Pondok Cabe. Dia pindah dari Skadron itu sekitar tahun 1988 -1989," terangnya.
Setelah pensiun, lanjutnya, Teguh kemudian bergabung ke Markas Besar (Mabes) TNIAD. Dia mengaku tidak mengetahui, jabatan apa yang disandang Teguh di tempat tersebut. Kapten Teguh bertugas di tempat itu tahun 1995-1996.
"Dari Mabes AD, dia pindah lagi ke Skadron Sena. Dia kemÂbali ke Skadron tersebut sebagai pilot helikopter lagi. Dua atau tiga tahun lalu, dia pensiun di Skadron tersebut. Tak lama setelah pensiun itu, dia baru pindah tugas ke Medan sana," jelasnya.
Kapten Teguh Mulyatno memiliki nomor lisensi CPL/H 6467, pilot rating EC 130 B4, dengan masa berlaku "profiÂciency check" EC 130 B4 30 Juni 2016. Total jam terbangÂnya adalah 5.020,4 jam, sebanÂyak 443,6 jam terbang dengan EC130 B4, serta pelatihan untuk mendapatkan "type rating" EC 130 B4 di Airbus Helicopter Singapore.