Berita

Muhammad/net

Wawancara

WAWANCARA

Muhammad: Kampanye Pemilih 'Tidak Setuju' Calon Tunggal, Itu Nyerang Sisi Negatif

KAMIS, 15 OKTOBER 2015 | 08:33 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Keputusan Mahkamah Konstitusi 'menghalalkan' daerah bisa tetap menggelar pilkada pada Desember 2015, meski hanya diikuti satu pasangan calon kepala daerah menimbulkan berbagai konsekuensi teknis di lapangan. Misalnya, terkait mekanisme pilihan 'setuju' atau 'tidak setuju' bagi pemilih di pilkada yang hanya diikuti satu pasang calon.
 
Masyarakat yang memilih 'tidak setuju’ terhadap calon tunggal berpotensi akan men­jadi korban diskriminatif ke­tika pilkada dengan satu pasang calon itu memasuki masa kam­panye. Si calon tunggal jelas-jelas memiliki kesempatan untuk berkampanye menjajakan di­rinya, lantas bagaimana dengan masyarakat yang 'tidak setuju' dengan calon yang ada?

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengusulkan, agar masyarakat yang memilih 'tidak setuju' juga diperbolehkan kam­panye untuk menyatakan meno­lak calon tunggal. Hal itu, menu­rut Refly, merupakan wujud dari pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama alias equal treatment dan equal opportunity kepada kontestan pilkada.


Usulan ini mengacu pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang men­jelaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota (Kepala Daerah) masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. "Artinya, tidak boleh ada penekanan atau pem­bungkaman masyarakat untuk berekspresi, baik mendukung maupun menolak calon tung­gal," tambah dia.

Namun di sisi lain bisa saja kesempatan kampanye bagi warga yang 'tidak setuju' itu menjadi ajang kampanye hitam untuk menyerang calon tung­gal. Lantas bagaimana Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyikapi konsekuensi teknis dari keputusan Mahkamah Konstitusi ini, simak wawancara Rakyat Merdeka dengan Ketua Bawaslu Muhammad berikut ini;

Bagaimana Anda menyikapi usulan agar pemilih yang 'tidak setuju' dengan calon tunggal juga diberi kesempa­tan kampanye di pilkada yang hanya diikuti calon tunggal?
Saya kira, kampanye itu da­lam pengertian hukum positif hakikatnya adalah penyampa­ian visi-misi program untuk pendidikan politik, yang diatur ya yang positifnya. Jadi jangan sampai ada pihak-pihak yang mau mencoba keluar dari makna kampanye itu. Kalau ada, ya harusnya diatur.

Jadi menurut Anda kampa­nye pemilih yang 'tidak setuju' itu masuk dalam kategori kampanye hitam?
Itu kampanye hitam saya kira. Karena mencoba melemahkan (calon tunggal), ya (menebar­kan) sisi-sisi negatif dari calon tunggal tentu tidak dibenarkan. Siapa pun pelakunya.

Tapi nanti apakah tidak aneh jika calon tunggal cuma kampanye sendirian, tidak ada pembandingnya?
Pembandingnya adalah, ka­lau misalnya dia incumbent bisa saja masyarakat sipil itu memberikan penilaian terhadap apa yang dikerjakan selama ini. Tapi berbasis data fakta, bukan berbasis opini.

Tujuannya supaya mem­berikan informasi ke publik apa yang sudah dilakukan. Itu bisa saja. Jadi tidak masuk da­lam kampanye hitam, karena memberikan informasi kepada masyarakat. Tapi sekali lagi basisnya adalah data yang bisa dipertanggungjawabkan.

Bagaimana jika kampanye hitam dilakukan melalui sosial media dengan menggunakan akun anonim?
Kita kerja sama dengan poli­si kok. Ada Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) kan untuk menang­kap itu. Dan polisi sudah punya mekanisme bagaimana mengejar atau melacak akun-akun yang seperti itu.

Apa rekomendasi Banwaslu pascaputusan MK ini?
Kita sudah melakukan rapat dengan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) bahwa (putusan MK) itu semangat kita supaya bisa ikut di 2015 ini. Itu sudah menjadi hasil dari rapat koordinasi kita pekan kemarin.

Menurut Anda pilihan 'setuju' dan 'tidak setuju' dalam calon tunggal itu apa sudah tepat?
Saya kira, kita mesti meng­hargai putusan MK. Tinggal membuat peraturan teknis terkait putusan MKitu.

Bagaimana jika seandainya terjadi penundaan Pilkada, dan putusan tersebut tidak bisa terlaksana karena mepet­nya waktu. Apa ini bisa masuk dalam kategori pelanggaran pilkada?
Nggak lah. MK kan juga tidak mengatakan harus 2015. Cuma pesan tersiratnya seperti itu, ndak ada kalimat di amar putusan nomor 100 itu bahwa KPU wajib melaksanakan di 2015. Tapi kita menangkap ada pesan positif sebaiknya diikut­kan untuk memberikan solusi tehadap calon tunggal itu. Saya kira Insya Allah masih cukup kok waktu. Kita optimis bisa diatur secara teknis.

Ada dugaan yang menyebut­kan karut-marut peraturan KPU terkait teknis penyeleng­garaan pilkada serentak ini dis­engaja, by design. Tujuannya untuk menggagalkan Pilkada serentak dan kemudian mau tidak mau daerah-daerah tersebut menunjuk Plt-plt kepala daerah. Apa anda men­cium indikasi ke arah itu?
Saya kira nggak lah. Kita tidak melihat itu, kita optimis kok. Karena kita selama ini selalu rapat dengan KPU. KPU punya itikad baik pada Pemerintah untuk benar-benar bisa dilak­sanakan di 2015.

Saat ini bagaimana koordi­nasi Bawaslu dengan PPATK untuk mengantisipasi adanya aliran dana dari pengusaha hitam kepada calon kepala daerah?
Kalau yang terdeteksi, PPATK(Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) pasti me­nyampaikan laporan ke penga­was pemilu untuk ditindaklanjuti. Tetapi biasanya transaksi seperti itu tidak terekam dalam sebuah transaksi elektronik perbankan. Ya bukan rahasialah, tentu dia tidak mungkin memasukkan transaksinya di situ. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya