Berita

Abdullah Hehamahua/net

Wawancara

WAWANCARA

Abdullah Hehamahua: Niat Mereka Jahat, Mau Bubarkan KPK

JUMAT, 09 OKTOBER 2015 | 09:45 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Serangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) makin kencang. Kali ini tak hanya bertujuan melemah­kan KPK, tapi berniat ingin 'membunuh' KPK dengan merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Dalam draf revisi tersebut, KPK hanya diberi waktu 12 tahun untuk beroperasi.

Ada dua poin lainnya yang diduga berniat melemahkan KPK yakni; penyadapan harus mengantongi izin dari ketua pen­gadilan negeri dan penghapusan kewenangan penuntutan.

Beberapa anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pendukung Presiden Jokowi masuk dalam barisan pengusul revisi beleid tersebut. Sikap ini jelas bertentangan dengan Presiden Jokowi yang pada Juni lalu memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly untuk mencabut draf revisi undang-undang tersebut dari daf­tar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.


Sikap 'bebal' DPR ini men­uuai resistensi publik. Bekas Penasihat KPK Abdullah Hehamahua menilai draf revisi Undang-Undang KPK terlalu dipaksakan. "Ketahuan banget niat jahatnya, itu konsep mer­eka mau membubarkan KPK," kata Abdullah kepada Rakyat Merdeka. Berikut ini wawancara lengkapnya;

Bagaimana Anda menangga­pi draf revisi Undang-Undang KPK yang disodorkan DPR baru-baru ini?
Dari segi filosofi sistem hu­kum di Indonesia, induk dari semua hukum itu kan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Seharusnya yang di­utak-atik KUHP terlebih dulu. Ini rencana revisi KUHP-nya saja baru mulai dibentuk Pokja untuk masukan tim dan seterus­nya. Itu bisa setahun, dua tahun, tiga tahun, kita nggak tahu kapan selesainya. Nanti setelah KUHP itu selesai baru semua undang-undang lain yang bersifat khusus itu baru diturunkan dari KUHP. Nah ini KUHP-nya saja belum selesai, sekarang malah mau bi­cara Undang-Undang KPK. Jadi ini logikanya terbalik-balik.

Jadi Anda melihat usulan revisi Undang-Undang KPK ini seperti dipaksakan?
Nah iya. Betul-betul. Padahal tiga bulan yang lalu Jokowi sudah menyatakan tidak setuju amandemen Undang-undang KPK itu. Terus kenapa sekarang justru partai pendukung Jokowi sendiri yang bersemangat. Ada apa ini antara Presiden dengan partai-partai pendukung?

Bagaimana dengan draf revisi RUU KPK yang diaju­kan?
Itu ketahuan banget niat ja­hatnya itu konsep mereka mau membubarkan KPK.

Kenapa anda begitu ya­kin kalau mereka mau mem­bubarkan KPK?
Jadi, orang Indonesia itu kan sangat halus bahasanya. Kalau miskin itu tidak disebut miskin, tapi prasejahtera. Kalau ditang­kap, bukan ditangkap namanya tapi dimintai keterangan. Kalau pelacur disebut pekerja seks komersial. Maka pembubaran KPK dia tidak gunakan (kata) pembubaran KPK tapi dilakukan dengan tahapan-tahapan.

Maksudnya?
Misalnya begini. Itu disebut­kan bahwa penyadapan bisa di­lakukan setelah KPK mendapat dua alat bukti dan dengan izin ketua pengadilan negeri. Ini lucu banget.

Kenapa lucu?
Kasus terakhir yang ditangani KPK itu kan tentang pengadilan di Sumatera Utara yang melibat­kan OC Kaligis. Jadi kalau seperti kasus itu maka orang KPK tele­pon ketua pengadilan Sumatera Utara; "Maaf pak, kami minta izin mau menyadap bapak." Kan logikanya begitu...he-he-he. Nah kira-kira gimana itu.

Tapi banyak kalangan yang merasa risih dengan kewenan­gan penyadapan KPK?
Penyadapan itu kan diperlu­kan karena korupsi itu adalah kejahatan yang luar biasa tidak seperti pidana umum seperti pencurian ayam. Kalau keta­huan orang berteriak kemudian gebuk dia. Tapi kalau pencuri di kota misalnya kasus Century, BLBI itu kan canggih-canggih jadi susah diproses. Makanya diperlukan penyadapan agar ditemukan dua alat bukti itu. Jadi kalau (seperti dalam draf pen­gajuan revisi Undnag-Undang KPK dikatakan) harus sudah ada dua alat bukti terlebih dulu untuk menyadap, ya kalau seperti itu ngapain nyadap orang. Ya nggak perlulah wong kita sudah punya dua alat bukti. Justru karena su­sahnya untuk mendapatkan dua alat bukti itulah maka kemudian ada penyadapan.

Dalam draf revisi itu ju­ga disebutkan penghapusan kewenangan penuntutan. Pendapat anda?
Kalau begitu buat apa ada KPK. Kan polisi dan jaksa selama ini su­dah memang begitu. Polisi tangani kasus, kemudian serahkan kepada Kejaksaan. Kemudian Kejaksaan memeriksa, ada P17, P19, P21 pula sampai bisa bertahun-tahun. Justru dibuat KPK agar hal itu tidak terulang kembali. Maka disatukan lah penyelidikan, penyidikan, pe­nuntutan diberi satu meja, di satu organisasi bernama KPK.

Bagaimana jika KPK diberi kewenangan mengeluarkan SP3. Ketua sementara KPK Ruki sempat mendukung poin tersebut. Kalau anda?
Iya, tapi kemudian beliau (Ruki) ralat. Setelah beberapa teman, baik intern KPK, maupun alumni KPK mengoreksi dan mengeri­tik. Jadi begini, disebut extra ordinary crime, maka semuanya juga extra ordinary. Karena itu tidak semua mengikuti KUHAP (Kitab Undang-Undang Huku Acara Pidana). Sebagian besar ikut KUHAP, tapi sebagian tidak. Kalau KUHAP, bisa SP3, itu polisi dan jaksa. KPK tidak SP3.

Kenapa KPK tidak?
Karena proses penyidikan di KPK berbeda dengan proses penyidikan di Kepolisian dan Kejaksaan. Dalam KUHAP disebutkan penyidikan adalah untuk membuat terang perkara yang ditangani dan utuk menen­tukan tersangkanya. Polisi dan Jaksa begitu. Tapi di Undang-Undang KPK tidak. Di sana disebutkan bahwa dalam proses penyelidikan, jika ditemukan bukti permulaan yang cukup dalam bentuk dua alat bukti maka ditetapkan penyidikan. Ketika penyidikan itu sudah ada tersangka. Nah kan beda. Jadi tidak perlu SP3.

Tapi, UU KPK yang ada sekarang ini tetap saja be­lum sempurna. Masih ada kekurangan kan?
Memang, dalam penelitian disertasi saya ada beberapa yang harus dikuatkan. Kalau aman­demen KPK itu dalam konteks penguatan. Bukan pelemahan.

Apa saja itu?
Pertama tentang status pe­nyidik KPK yang independen. Di dalam KUHAP disebut­kan bahwa penyidik itu adalah Polisi, penuntut umum itu adalah Jaksa. Di UU KPK disebutkan bahwa penyelidik, penyidik adalah penyelidik dan penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Kalau begitu penyelidik dan penyidik bisa diangkat oleh KPK kan. Tapi kasus praperadilan BG sampai dikalahkan oleh hakim karena menganggap penyidik KPK itu harus polisi atau jaksa. Maka saya merekomendasikan itu dikonkretkan pasal itu bahwa KPK berwenang mengangkat sendiri penyelidik, penyidik dan penuntut umum. Sehingga tidak multitafsir.

Apa yang bisa dilakukan agar upaya pelemahan KPK bisa dihambat?

Semua stakeholder, media massa yang paling utama, ke­mudian LSM, kampus, penggiat anti korupsi datang ke DPR me­nyampaikan pemikiran sehingga teman-teman di DPR itu tidak melemahkan KPK.

Kalau tidak mempan?
Ada sanksi buat mereka. Mereka itu wakil rakyat, maka sanksi diberikan oleh rakyat. Desember Pilkada kan, nah disitu masyarakat menggunakan haknya untuk jangan memilih calon bupati, gubernur, walikota, dari partai yang melakukan revisi UU yang melemahkan KPK. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya