Pria ini bersama 67 akademisi lainnya dari berbagai universitas di Indonesia turun tangan memberi masukan kepada Presiden Jokowi terkait penanganan kasus ketÂerangan palsu yang menyeret Wakil Ketua Komisi PemÂberantasan Korupsi non-aktif Bambang Widjojanto (BW).
Lewat surat pendapat akadeÂmik yang disampaikan, mereka meminta Presiden Jokowi meÂmemerintahkan kejaksaan untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap perkara BW.
Bambang Widodo Umar meÂnilai, jika kasus BW tidak dihenÂtikan, maka masa depan penegaÂkan hukum dan demokratisasi di Indonesia terancam. Berikut petikan wawancara Bambang Widodo Umar dengan Rakyat Merdeka, kemarin.
Mengapa Anda turut meÂminta Presiden Jokowi untuk menegakkan hukum dalam kasus BW?Mari kita lihat sejak awal kasus ini. Kasus ini kan terjadi pada saat Bambang Widjojanto dan Abraham Samad masih menÂjadi Komisioner KPK. Di mana, pada saat itu, KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Jadi, sebetulnya, kaÂsus ini bermula dari Polisi versus KPK dalam urusan Komjen Budi Gunawan yang ditetapkan sebaÂgai tersangka oleh KPK.
Setelah Komjen Budi Gunawan, yang saat itu menjadi salah seorang calon Kapolri ditersangkakan, maka kemudian polisi membalas dengan menjadiÂkan Bambang Widjojanto dan Abraham Samad sebagai tersangka. Ini seperti upaya balas dendam dari polisi kepada KPK.
Tentu, tuduhan yang dialamatÂkan ke Pak Bambang Widjajanto dan Abraham Samad adalah kaÂsus yang sudah lama. Beberapa ahli hukum, berkumpul dan mengikuti perjalanan kasus itu sampai kini, termasuk saya. Bahkan, Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia), Lembaga Ombudsman Republik Indonesia, Komnas HAM, para pegiat hukum di Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) dan para dosen dan guru-guru besar hukum pun berpendapat bahwa penyangkaan adanya sumpah palsu yang dituduhkan kepada Bambang Widjojanto itu oleh polisi yang membuatnya menÂjadi tersangka itu tidak ada, atau lemah. Ya tuduhan itu lemah.
Mengapa sejumlah akadeÂmisi dan para pakar hukum sampai turun gunung untuk menghentikan kasus BW? Jadi, ini bukan sebatas pada kasus yang dialami oleh Pak Bambang Widjojanto saja. Ini mengenai kriminalisasi huÂkum yang dituduhkan kepada Bambang Widjojanto. Dan, tentu saja jika ini dibiarkan, maka banyak orang memprediksi bahwa kriminalisasi yang diÂlakukan aparatur Negara dengan mencari-cari kesalahan pun akan semakin meluas terjadi di masa pemerintahan ini.
Jika makin mudah dan marak kriminalisasi, dikhawatirkan akan marak pula
obvious of power terjadi di pemerintahÂan yang masih kurang bersih ini. Tentu ini adalah ancaman demokrasi.
Sampai seserius itu kondisi yang terjadi jika sampai kasus BW tak dihentikan?Ini semacam pintu masuk pada persoalan yang lebih besar bagi bangsa ini. Upaya pemberÂantasan korupsi itu berkorelasi dengan proses demokrasi. Nah, kalau cara-cara kriminalisasi pada orang-orang kritis, maka ancaman demokrasi pun terÂjadi. Ini risiko yang tak mungÂkin diambil. Sebaiknya, segera hentikan kasus kriminalisasi ini sekarang.
Permintaan itu sudah disÂampaikan kepada Presiden? Ya, sudah disampaikan secara resmi kepada Presiden. Dan suÂdah direspon akan diperhatikan, katanya.
Apa bentuk perhatiannya? Nah, itulah, disebutkan bahwa Jaksa Agung sedang menelaah persoalan ini. Dan diberikan waktu 10 hari untuk meninÂdaklanjuti apakah proses ini akan diteruskan ke pengadilan atau ada upaya menghentikan perkara berupa deponeering atau sejenisnya. Ini semua di tangan Kejaksaan Agung sekarang.
Bagaimana jika Kejagung tetap meneruskan kasus BW ke pengadilan? Inilah yang akan menjadi peÂnilaian. Dengan dilanjutkannya saja perkara ini ke pengadilan, sudah tergambar bahwa tidak ada niat baik untuk menghentikan kriminalisasi. Bagaimana mungkin sebuah perkara yang tidak kuat unsur-unsurnya bisa dilanjutkan ke pengadilan? Ini kan niatnya yang sudah tidak ada. Perlu kami sampaikan, pada masa Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono saja, hal kriminaliasi seperti ini dihentiÂkan atau di-
deponeering. ***