PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan meminta opini hukum kepada Kepolisian dan Kejaksaan terkait pembebasan lahan proyek pembangkit listrik 35.000 mw. Hal ini guna menghindari terjadinya kriminalisasi di masa mendatang.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, meski pelaksanaan proyek listrik 35.000 mw telah memiliki payung hukum sendiri, namun pihaknya akan melibatkan Kepolisian dan Kejaksaan guna meminta opini terkait pembebasan lahan.
"Bukannya tidak cukup dengan payung hukum. Tapi kan dalam setiap tindakan kami akan dilengkapi dengan opini hukum, yang nantinya menjadi payung hukum untuk tindakan perseroan," jelas Sofyan di Jakarta.
Meski diakuinya, payung hukum secara aturan tidak ada. Namun, dengan adanya opini hukum tersebut dalam setiap pengambilan keputusan dapat menghindarkan direksi terkena kasus hukum di kemudian hari.
"Kalau di masa depan diperkarakan, kita punya bukti otentik bahwa hal ini pernah didiskusikan dengan aparat hukum secara bersama," katanya.
Jadi nantinya, sambung dia, semisal pembebasan lahan tersandung masalah hukum, ke depan tidak akan dipanggil karyawan tersebut.
"Nanti direksi lapor ke menteri. Menteri lapor ke BPKuntuk pemeriksaan. Kalau ada masalah lapor ke aparat, Kepolisian atau Kejaksaan. Tindakan ini agar tidak menganggu proses pembebasan lahan. Kecuali, memang terbukti bersalah," tegasnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya akan membangun lebih kurang 46.000 km jaringan transmisi, dengan jarak setiap kilometer terdapat dua tiang. Artinya, ada 80.000 tiang lebih yang harus dibangun. Di mana setiap tiang membutuhkan tanah untuk tapaknya sekitar 800 sampai 1.000 meter persegi.
"Nah, 80.000 meter persegi lebih untuk tapak tiang ini yang harus dibebaskan. Itu bisa jadi kendala. kita ada
selling price, ada lahan dibayar lebih mahal ketimbang lainnya. Harga ini yang harus dilihat aparat bahwa ini memang sewajarnya dibayar mahal dan lain sebagainya dan bukan merugikan negara," terangnya.
Di dalam proyek listrik 35.000 mw, kata dia, sebanyak 30.000 mw dikerjakan secara
Independet Power Producer (IPP) melalui skema
Power Purchase Agreement (PPA) atau perjanjian jual-beli listrik dengan PLN.
Bahkan, beberapa perusahaan asal Amerika juga telah menandatangani kerja sama (MoU/
Memory of Understanding) dengan PLN untuk menggarap proyek listrik.
"Proyek IPP, kami kewalahan banyak perusahaan yang menginginkan karena memang investasinya menarik. Ada Proyek-proyek khusus energi, panas bumi, PLTG. Tapi ini Baru MoU," katanya.
Ia menjelaskan, MoUdengan perusahaan Amerika rencananya untuk berpartisipasi dalam proyek 35.000 mw.
"Kita lihat dulu penawaran mereka apa saja. Kami sendiri baru menjelaskan proyek-proyek apa yang kita punya. Nanti dilihat, mana yang mau masuk. Setelah itu baru ada kerja sama dengan masing-masing perusahaan yang mengajukan permohonan," jelasnya.
Ia berharap, melalui kerja sama tersebut, dapat mewujudkan program 35.000 mw. Meski disayangkan, perseroan hanya mengerjakan 5.000 mw saja.
"Kalau tidak kerja sama dengan swasta, siapa yang mau ngerjain. APBN kita terbagi untuk proyek infrastruktur lainnya. Kalau mau dikerjakan sendiri, pemerintah butuh dana Rp 35 triliun per tahunnya. Tahun depan kita usul hanya Rp 10 triliun untuk Penyertaan Modal Negara," bebernya.
Saat ini rasio elektrifikasi Indonesia sebesar 86,39 persen, angka ini ditargetkan meningkat sebesar 97,4 persen pada akhir 2019. Dalam program 35.000 mw, PLN memiliki target pembangkitan sebesar 5.000 mw.
Subsidi Listrik Tidak DicabutSementara Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman, memastikan pemerintah belum akan mencabut subsidi listrik untuk daya 450 dan 900
volt ampere (va).
Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tentang masyarakat miskin, 40 persen dari total penduduk merupakan konsumen listrik 450 dan 900 va.
"Subsidi Listrik dipastikan tak dicabut karena sesuai data TNP2K, 40 persen dari total penduduk merupakan konsumen listrik 450 dan 900 va," kata Jarman.
Karena itu, pihaknya akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu jika penghapusan subsidi untuk konsumen listrik 450 dan 900 mw ditiadakan.
"Karena yang berhak menikmati fasilitas setrum ini masyarakat tidak mampu. Kita akan koordinasikan dengan pihak terkait untuk mensosialisasikannya," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah berniat akan menghapus subsidi listrik berdaya 450 dan 900 va lantaran tidak tepat sasaran. Subsidi listrik tersebut seharusnya dinikmati oleh rakyat tidak mampu. ***