Berita

Akil Mochtar/net

X-Files

Sudah Teken Berkas, Amir dan Kasmin Segera Diadili

Perkara Suap Akil Mochtar
SABTU, 05 SEPTEMBER 2015 | 10:38 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

KPK telah merampungkan penyidikan kasus suap sengketa Pilkada Lebak, Banten, untuk tersangka bekas Calon Bupati dan Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah dan Kasmin. Berkas perkara dua tersangka ini, segera dilimpahkan ke tahap dua, alias penuntutan.

"Per hari ini, Pak Amir dan Pak Kasmin berkasnya sudah P21. Berarti penahanan sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut dan persidangan kemungki­nan besar di Jakarta dalam 20 hari ke depan," kata kuasa hu­kum Amir dan Kasmin, Posma Sabam Manahan di Gedung KPK, kemarin.

Menurut Posma, dua kliennya itu juga sudah menandatangani berita acara pelimpahan berkas.


Posma berharap, saksi-saksi yang nantinya dihadirkan dapat menyampaikan keterangan se­cara jujur dan tidak memberat­kan kliennya.

"Siapa berbuat apa jadi jelas," ujarnya.

Posma lantas memaparkan, beberapa pihak yang sudah dije­bloskan terkait kasus ini, yakni bekas Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, bekas Ketua MK Akil Mochtar dan adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, bakal diminta mem­berikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Lebih lanjut, Posma berharap majelis hakim yang nanti me­nyidangkan kasus ini, dapat ber­sikap objektif. Terlebih, menu­rutnya, berdasarkan fakta sidang terhadap Atut, Akil dan Wawan, kedua kliennya itu disebut hanya ikut serta.

"Jelas semua, siapa berbuat apa. Ini penyertaan. Tuduhannya ikut serta, Pasal 55 ayat 1 KUHP. Kalau penyertaan, kita lihat di mana peran penyertaannya. Kita harap obyektif," belanya.

Sementara itu, Kasmin yang keluar dari ruang penyidikan di­dampingi Posma, enggan bicara banyak soal perkaranya yang akan masuk tahap persidangan. Pria yang telah mengenakan se­ragam tahanan oranye ini, hanya mengatakan dirinya sehat selama ditahan. Kemudian, dia bergegas masuk mobil tahanan.

Pelimpahan berkas tersebut dibenarkan Pelaksana Harian (Plh) Biro Humas KPK Yuyuk Andriarti Iskak. "Selanjutnya jaksa penuntut umum akan melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tipikor Jakarta," katanya.

Perkara ini merupakan pengembangan penyidikan kasus suap sengketa pilkada yang men­jerat Akil Mochtar. Dalam kasus ini, KPK juga menjerat Atut dan Wawan sebagai tersangka. Wawan dan Atut didakwa mem­berikan uang Rp 1 miliar ke­pada Ketua MK saat itu, Akil Mochtar, melalui pengacara Susi Tur Andayani.

Uang itu diberikan untuk me­mengaruhi Akil dalam memutus permohonan keberatan hasil Pilkada Lebak yang diajukan pasangan Calon Bupati Lebak Amir Hamzah dan Kasmin.

Dalam Pilkada Lebak, Amir-Kasmin kalah suara melawan pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi. Atas kekalahan itu, Amir mengajukan keberatan hasil Pilkada Lebak ke MK. Adapun Susi merupakan kuasa hukum Amir-Kasmin saat itu.

Dalam dakwaan KPK terh­adap Wawan disebutkan, Wawan diminta Atut untuk menyediakan dana Rp 3 miliar sesuai permint­aan Akil. Namun, Wawan hanya bersedia memberikan Rp 1 mil­iar. Susi kemudian mendatangi Gedung MK di Jakarta, setelah menerima uang dari Wawan melalui staf Wawan bernama Ahmad Farid Asyari.

Setelah itu, sidang pleno MK memutuskan membatalkan keputusan KPU Lebak tentang hasil penghitungan perolehan suara Bupati dan Wakil Bupati Lebak, dan memerintahkan KPU Lebak melaksanakan pemung­utan suara ulang.

Atas keputusan itu, Amir menghubungi Atut dan mengucapkan terimakasih. Seusai pembacaan putusan, Susi menghubungi Akil untuk menyerah­kan uang. Namun, saat itu Akil mengatakan masih menjalani sidang untuk sengketa Pilkada Jawa Timur.

Susi akhirnya membawa kem­bali uang tersebut dan menyim­pannya di rumah orangtuanya di Jakarta. Belum sempat uang itu diserahkan kepada Akil, Susi keburu dibekuk tim penyelidik KPK.

Kilas Balik
Hasil dari Pengembangan Perkara Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah

KPK menetapkan bekas Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah (AH) dan Kasmin (K) sebagai tersangka. Mereka diduga menyuap untuk memenangi sengketa Pilkada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK).

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, status AH dan K dit­ingkatkan menjadi tersangka pada 22 September 2014. Penyidikan tersebut merupakan pengem­bangan dari perkara sebelumnya yang melibatkan bekas Ketua MK Akil Mochtar, Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah, dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

"Setelah KPK melakukan pengembangan perkara, peny­idik menemukan bukti permu­laan yang cukup, yang kemudian disimpulkan telah terjadi dugaan korupsi dengan tersangka AH dan K," kata Johan, Kamis (25/9/2014).

Selaku Calon Bupati dan Wakil Bupati Lebak yang mengajukan permohonan sengketa Pilkada ke MK, Amir dan Kasmin ditetap­kan KPK sebagai tersangka pemberi suap.

Apabila mengacu rumusan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor, Amir dan Kasmin diduga memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud un­tuk mempengaruhi putusan. Atas perbuatan itu, keduanya diancam pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta.

Jika mengacu rumusan Pasal 13, Amir dan Kasmin diduga memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri. Ancaman pidana maksimal dalam pasal ini adalah tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta.

Menurut Johan, perkara ini tidak akan berhenti sampai pada penetapan Amir dan Kasmin sebagai tersangka. Penyidik masih melakukan pengembangan. Sepanjang ditemukan dua alat bukti permulaan yang cukup, tidak tertutup kemungkinan ada tersangka lain.

Di putusan hakim kasus terpi­dana Atut, Wawan serta advokat Susi Tur Handayani, majelis hakim sudah menyebut peranan Amir dan Kasmin. Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lebak ini, merupakan pemo­hon sengketa Pilkada Lebak. Keduanya pernah melakukan per­temuan dengan Atut dan Wawan untuk membicarakan soal penanganan sengketa Pilkada Lebak di MK yang berujung suap ke Akil Mochtar, Ketua MK.

Majelis hakim bahkan menyebut Amir menunjuk Susi sebagai kuasa hukumnya, karena Susi diketahui memiliki kedekatan dengan Akil selaku hakim MK maupun Ketua Majelis Panel yang memeriksa perkara sengketa Pilkada Lebak. Amir juga mengetahui adanya permintaan uang sebesar Rp 3 miliar dari Akil melalui Susi.

Mengingat tidak memiliki uang sebesar itu, Amir disarankan Susi meminta dukungan kepada Atut. Setelah itu, Amir, Kasmin, Susi, dan Wawan yang merupakan adik Atut, melakukan pertemuan untuk membicarakan pengurusan sengketa Pilkada Lebak. Wawan yang awalnya menolak, akhirnya bersedia membantu dana Rp 1 miliar.

Namun, usai pembacaan putusan, Wawan mengatakan tidak ada niatan untuk membantu pengurusan perkara Amir-Kasmin di MK. Apalagi, Amir danKasmin bukan siapa-siapa Wawan. Ia menganggap pihak yang memiliki inisiatif dan kepentingan adalah Amir dan Susi. Ia juga menilai bantuan itu diminta secara paksa.

Pengadilan Daerah Belum Tentu Lebih Baik
Muzakkir, Dosen UII

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Muzakkir menilai, kasus suap ini merupakan buntut dari lemahnya lembaga penegak demokrasi. Terutama lemahnya Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).

Dia pun curiga, persoalan yang berkaitan dengan seng­keta pemilihan kepala daerah, terindikasi berhubungan dengan politik uang.

"Kasus MK itu ujung atau ekor dari lemahnya lembaga demokrasi kita. Bersumber dari lemahnya KPUD dan politik uang," sebutnya.

Muzakkir menilai, pilkada menjadi ajang pertaruhan uang bagi pasangan calon untuk maju memimpin daerahnya masing-masing.

"Pilkada kita harus mem­pertaruhkan uang, dan dengan segala cara harus mengemba­likan uangnya."

Kendati ada kasus suap di tu­buh MK soal sengketa pilkada, Muzakkir menilai, penanganan sengketa pilkada masih lebih baik ditangani MK ketimbang diserahkan kepada pengadilan umum di daerah.

Pasalnya, apabila sengketa pilkada diserahkan ke penga­dilan masing-masing daerah, maka akan lebih sulit menga­wasinya. Soalnya, peradilan sengketa pilkada akan digelar di berbagai tempat terpisah.

Dia pun khawatir penyele­saian hasil pemilihan kepala daerah oleh pengadilan um­um justru akan menimbulkan maraknya suap.

"Sengketa pilkada sebe­narnya adalah sengketa politik, apabila diserahkan ke daerah akan menimbulkan maraknya transaksi tawar menawar," bebernya.

Dia pun menilai, MK di bawah pimpinan baru akan siap menghadapi pilkada seren­tak yang rencananya digelar pada 9 Desember nanti. Sebab, penyelesaian sengketa pilkada serentak akan lebih mudah dibanding pemilu legislatif.

"MK sudah cukup siap dalam menangani kasus-kasus pilkada serentak nanti, karena penyelesaiannya akan lebih mudah dibanding pemilu legis­latif lalu," menurutnya.

Minta JPU Jeli Melihat Fakta Sidang
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi IIII DPR Ruhut Sitompul meminta jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK jeli dalam mengungkap kasus suap sengketa pemili­han kepala daerah (pilkada) di wilayah lain.

Politisi Partai Demokrat ini menyebut, kejelian JPU sangat diperlukan dalam menggali fakta. Dengan begitu, katanya, bisa ditemukan adanya dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut.

Bahkan, menurutnya, tidak tertutup kemungkinan ada calon kepala daerah lain yang ikut bermain dengan Akil Mochtar selaku hakim MK.

"Kalau JPU jeli, maka akan terlihat siapa lagi yang di­duga terlibat, karena sengketa pilkada itu diduga tidak hanya terjadi di Banten," sebutnya.

Oleh karena itu, dia meminta KPK mengusut, apakah ada campur tangan Akil dalam sengketa pilkada lain. Bahkan, tam­bahnya, KPK perlu mengusut, apakah ada hakim MK lain yang ikut bermain. "Makanya perlu ditelusuri, apakah ada ha­kim konstitusi lain yang diduga terlibat," pintanya.

Ruhut pun meminta JPU menghadirkan bekas Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah se­bagai saksi dalam persidangan nanti. Sebab, menurutnya, atas kuasa Atut, Amir Hamzah dan Kasmin bisa berhubungan dengan Akil. "Supaya jelas dimana perannya masing-masing," jelas Ruhut.

Ditanya soal pilkada serentak yang akan datang, Ruhut ber­harap agar kejadian serupa tidak terulang. Sebab, menurutnya, hal tersebut sudah meresah­kan banyak pihak, terutama masyarakat yang sudah mendu­kung pasangan calon yang se­harusnya menjadi pemenang.

"Selain merugikan masyarakat, itu juga menciderai marwah MK yang seharusnya bersih dari praktik korupsi," tuntas Ruhut. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya