Langkah pemerintah kembali menaikan cukai rokok hingga 23,5 persen dikritik sangat tidak tepat bahkan salah besar di tengah ekonomi yang lesu. Pasalnya, dengan kenaikkan cukai setinggi itu di tahun depan, industri harus setor cukai hingga sebesar Rp 148,9 triliun di tahun depan.
"Justru akan semakin mengakibatkan beban yang semakin berat bagi industri rokok dan ini bisa berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja kalau perusahaan rokok terlalu dibebani kebijakan yang sangat dipaksakan ini," kata anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo di Jakarta.
Lanjut Firman, kenaikan cukai ini akan memiliki konsekuensi langsung terhadap petani tembakau dan sektor tenaga kerja. Harusnya, ketika kondisi ekonomi seperti ini pemerintah justru memberikan insentif bukan menaikkan beban perusahaan.
Firman berjanji akan tetap mengkritisi rencana pemerintah menaikkan cukai ini.
Ketua Gabungan Pengusaha Pabrik Rokok (GAPPRI) Ismanu Soemiran mengatakan, kenaikan cukai tinggi telah mematikan ribuan perusahaan rokok kecil yang ada di. Pada tahun 2014, dengan kenaikan cukai kurang dari 12 persen, telah terjadi PHK 10 ribu buruh rokok kretek, hampir semua perempuan. Kemudian, pada 2009 jumlah pabrik rokok sebanyak 4.900-an pabrik, dengan kenaikan cukai saban tahun, sekarang tinggal 600-an pabrik.
Ia geram, kenaikan cukai tidak pernah dibicarakan dengan kalangan industri. Bahkan, seringkali pemerintah mengabaikan faktor rill di lapangan dengan kebijakan dan target-target tidak realitis sama-sekali. Sehingga industri hanya jadi korban.
[wid]