Pemerintah didesak untuk menjatuhkan hukuman berat dari sisi denda kepada pelaku kartel di Indonesia. Pasalnya, para kartel tak jera karena sanksi atau hukuman denda selama ini sangat ringan.
Demikian ditegaskan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Muhammad Syarkawi Rauf dalam diskusi "Menghukum Kartel Melalyu Revisi UU Persaingan Usaha" di gedung, DPR, Selasa (1/9).
Menurut dia, sanksi denda kepada kartel selama ini paling tinggi Rp 25 miliar.
"Denda ini tentu tidak ada artinya jika dibanding dengan keuntungan para kartel. Contohnya, kartel garam yang bisa meraup keuntungan hingga Rp 2,5 triliun untuk sekali impor," tegasnya.
Tak itu saja, di forum itu Syarkawi juga mengusulkan agar denda ditingkatkan menjadi Rp 1 Triliun. Dengan demikian katanya lagi bisa menciptakan efek jera kepada para kartel.
"Makanya kita perlu membawa mereka ke arah pidana. Supaya hukumannya makin berat dalam revisi UU ini," katanya.
Namun hambatannya, lanjut Syarkawi, KPPU terbentur pada masalah kewenangan. Dengan kata lain, KPPU butuh kewenangan yang kuat.
"Nah, kewenangan KPPU saat ini tidak bisa membawa pulang dokumen yang disita, paling-paling kita hanya dapat foto copian, itupun kalau ada orangnya," tambahnya.
Tidak hanya, sambung Syarkawi lagi, status kelembagaan KPPU perlu diperkuat ke depan. Justru yang ada kelembagaan KPPU cenderung ditelantarkan.
Padahal ke depan tantangan lebih berat lagi, pihaknya akan berhadapan dengan kartel-kartel internasional. Dengan adanya UU Persaingan Usaha ini untuk memagari ekonomi kita, aplagi menjelang MEA," paparnya.
Syarkawi juga menyinggung soal kartel daging sapi yang akan mulai disidangkan pada awal September 2015.
"Memang ada indikasi dari sekitar 24 perusahaan penggemukan sapi (feedloter) yang diduga terlibat. Tinggi harga daging api, diduga akibat dari pemainan para importir sapi," demikian Syarkawi.
[ian]