Berita

Bisnis

Gawat, Perusahaan Minyak di Indonesia Bisa Stop Produksi

KAMIS, 27 AGUSTUS 2015 | 06:45 WIB | LAPORAN:

Turunnya harga minyak dunia justru harus menyikapi secara cerdas oleh pemerintah.

"Pemerintah harus menahan harga jual, jangan diturunkan," kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Indonesia (Puskepi) Sofyano Zakaria dalam keterangannya di Jakarta.

Dengan menahan besaran harga jual yang ada saat ini, menurut dia, pemerintah bersama Pertamina bisa mengelola keuntungan dari selisih harga tersebut dan dipergunakan sebagai dana cadangan untuk dana stabilitasi BBM yang akan dipergunakan ketika harga minyak dunia naik kembali.


Masih menurut Sofyano, pemerintah juga perlu menetapkan formula harga jual BBM. Pemerintah harus bisa menjelaskannya kepada masyarakat sehingga mereka paham berapa keuntungan dan kerugian yang dialami Pertamina ketika harga minyak dunia turun dan naik kembali.

"Dengan formula harga tersebut, pemerintah harus tegas dan konsekuen menetapkan margin yang diberikan kepada Pertamina dan kepada mitranya dalam menyalurkan BBM," jelasnya.

Margin inilah yang menjadi hak penuh Pertamina namun tidak terhadap keuntungan yang diperoleh dari selisih harga pengadaan, pengilangan dan distribusi dibanding dengan harga beli minyak dunia yang turun itu.

"Turunnya harga minyak dunia pada dasarnya bukanlah berkah bagi bangsa ini, tetapi sekaligus ancaman terhadap perekonomian negeri kita," tambah Sofyano.

Menurut dia, jika harga minyak terus turun di bawah harga pokok produksi, perusahaan minyak di Indonesia akan menghentikan produksinya dan berdampak semakin banyaknya PHK (pemutusan hubungan kerja). Ia menjelaskan, harga pokok produksi minyak di Indonesia di kisaran 25-30 dolar AS per barel, sehingga menjadi ancaman bagi perusahaan minyak dalam negeri.

Harga minyak kemungkinan akan terus turun, apalagi Amerika Serikat (AS) sudah banjir dengan shale oil-nya dan juga shale gas. Biaya produksi shale oil Amerika sangat murah, yakni sekitar 5-10 dolar AS/barel atau jauh lebih murah dari biaya produksi minyak fosil. Di sisi lain, lanjut dia, negara-negara Arab penghasil minyak terbesar di dunia ini juga tetap berambisi untuk tidak mengurangi produksinya.

"Apalagi biaya pokok produksi mereka lebih murah ketimbang negara-negara lain, yaitu sekitar 5-10 dolar AS/barel," tuntasnya.[wid]


Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya