Fenomena calon tunggal kepala daerah (Pilkada) serenÂtak bukan hanya soal aturan, tapi juga soal politik.
Makanya menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) bukan jalan keluar yang tepat untuk saat ini.
"Saya kira kurang tepat, Perppu itu kan harus melalui persetujuan DPR. Misalnya sudah keluarkan Perppu, orang sudah nyalon, lalu DPR noÂlak gimana," ujar Ketua MPR Zulkifli Hasan kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Ketua Umum PAN itu, walau diperpanjang waktu pendaftaran untuk tujuh daerah, belum tentu semua ada penamÂbahan calon.
Berikut kutipan selengkapÂnya;Bagaimana sebenarnya Anda melihat fenomena calon tunggal ini?Ini kan soal politik, bukan soal aturan sebenarnya. Di politik, kalau lawan terlalu kuat, nggak ada yang berani.
Kami saja usung sampai lari calonnya, bagaimana. Sudah diusung, sudah memenuhi seÂmua persyaratan, sampai di KPU, lari.
Kenapa lari?Karena dikatain calon boneka, marah dia, pulang dia. Karena laÂwannya kuat pasti kemungkinan kalahnya besar. Padahal, belum tentu dia calon boneka. Mau menyalahkan siapa sekarang.
Mungkin calon tunggal ini adalah skenario partai politik juga?Partai politik nggak bisa dong disalahkan. Partai politik kan sudah ngusung, sudah mendafÂtar, calonnya lari. Kan ada juga calonnya yang independen, tapi nggak berani juga mendaftar.
Apa solusi yang paling meÂmungkinkan diambil untuk saat ini?Pertama, perpanjangan waktu pendaftaran. Kedua, revisi terbaÂtas Undang-Undang Pilkada.
Apa masih memungkinkan dilakukan revisi UU terbaÂtas?Tapi nggak harus sekarang kan. Sekarang kan waktu pendaftaran sudah diperpanjang. Misalnya dari tujuh itu tinggal tiga atau empat kan tinggal sedikit.
Kalau masih ada yang terÂsisa, Pilkada tetap ada yang tertunda dong?Ya kan menundanya nggak sampai dua tahun, sambil meÂnyempurnakan undang-undang. Misal kalau undang-undang sudah disempurnakan, yang tertinggal itu bisa menyusul atau bagaimana.
Gagal dong Pilkada serentak?Dari 269 daerah, tinggal tujuh kan, tidak bisa juga dinyatakan gagal. Bahkan nanti mungkin tinggal tiga daerah. Kalau tinggal tiga, kan cuma satu persen itu.
Kejadian di Surabaya itu, gimana ceritanya?PAN dengan Demokrat sudah usung calon, walikota dari kami, wakilnya dari Demokrat. Udah ngantar ke KPUD, tiba-tiba wakilnya menghilang. Nah kami nggak bisa disalahkan dong. Ini kita masih coba lagi, masih bisa nggak cari kandidat lain.
Mungkin ada main mata antar partai untuk saling kunci di Pilkada kali ini?Bukan main mata dalam artian negatif, PAN kan nggak bisa usung sendiri. Kalau nggak koalÂisi kan nggak mungkin, nggak cukup karena syaratnya harus 20 persen. Itu juga menyulitkan.
Apa perlu syarat minimal 20 persen diubah?Itu terserah DPR dan pemerÂintah. ***