Pemerintah harus mewaspadai kemungkinan terjadinya potensi perang proxy (proxy war) pasca kerusuhan di Tolikara, Papua, yang berbuntut pembakaran rumah ibadah pada Jumat (17/7) lalu.
Menurut anggota legislatif dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Sukamta, di Papua, potensi konflik berkelindan antara suku, marga, budaya, ekonomi dan politik.
"Semua menjadi satu, hybrid. Bisa jadi ada pihak-pihak tertentu yang mengambil manfaat dari situasi ini untuk memecah belah bangsa," ujarnya di Jakarta, Minggu (19/7)
Sebab itulah, masih menurut Sukamta, pemerintah perlu mengambil kebijakan yang komprehensif dan tidak reaktif. Selain itu, sekretaris Fraksi PKS DPR tersebut juga meminta pemerintah memperhatikan kompleksitas kondisi Papua secara cermat dan serius.
"Jangan malah malah mengeluarkan statement yang justru menyebabkan konflik semakin menjadi," tutur doktor lulusan Birmingham University, Inggris, ini.
Sukamta menjelaskan bahwa sebetulnya secara umum warga di sana sudah hidup dalam bingkai perdamaian dan toleransi antarumat beragama. Meskipun begitu, perang antarsuku memang menjadi budaya. Dan resolusi damai biasanya dilakukan dengan pesta bakar batu antarsuku yang berkonflik. Di sana juga, lanjut dia, sepertinya ada kecemburuan sosial. Belum lagi soal politik yang dinamis. Juga soal ancaman separatisme yang didalangi OPM baik dari dalam maupun luar negeri.
"Semuanya menjadi permasalahan yang harus ditangani dalam bentuk kebijakan pemerintah," sambungnya.
Ia melihat, sebelumnya, pemerintahan Presiden Jokowi mengambil beberapa kebijakan terkait Papua ini yang sedikit banyak mempengaruhi dinamika politik di Papua. Seperti polemik Rancangan UU Otsus Plus, kebijakan pelonggaran izin terhadap pers asing masuk ke Papua, termasuk kebijakan pemberian Grasi kepada tahanan-tahanan OPM.
"Sedikit banyak hal-hal tersebut memengaruhi dinamika politik di Papua," nilai Sukamta.
Mantan Wakil Ketua DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini berharap, kasus Tolikara jangan sampai memunculkan kembali konflik antara aparat keamanan dengan warga sipil.
"Jangan sampai ada yang memancing di air keruh dalam kasus ini, baik dari asing maupun dalam negeri. Jangan sampai kasus ini mempermulus jalan separatisme," Sukamta mengingatkan.
Selain itu, tuturnya, ia mendorong pemerintah dengan aparat keamanannya segera mengambil tindakan penegakan hukum.
"Segera usut tuntas siapa aktor-aktor dan dalang insiden Tolikara, lalu proses secara hukum agar memberi efek jera. Saya kira ini cara efektif meredam kemungkinan Perang Proxy," pungkas Sukamta.
[wid]