Berita

Politik

Demi Kebaikan Bangsa, Buwas Sebaiknya Segera Minta Maaf ke Publik

RABU, 15 JULI 2015 | 10:11 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Sejatinya perwira tinggi sekelas Komjen Budi Waseso tidak perlu kehilangan akal sehat dan keanggunan budi dalam merespon usulan Buya Syafi'i Maarif agar dirinya sebagai Kabareskrim segera diganti oleh Presiden dan Kapolri.

Usulan yang sebetulnya juga adalah nasihat seperti itu adalah hal yang wajar dalam negara demokrasi. Sebagai Guru Besar (Profesor) sekaligus Guru Bangsa, Buya Syafii tentu sudah bisa memprediksi akan adanya potensi kerusakan moralitas dan  tatanan hukum bangsa ini.

"Untuk itu ada baiknya Buwas dengan rendah hati meminta maaf secara terbuka kepada publik," ujar Komisioner Komnas HAM RI, Maneger Nasution melalui pesan singkatnya (Rabu, 15/7).

Menurutnya, ada lima hal yang harus dipertimbangkan oleh jenderal bintang tiga yang akrap disapa Komjen Buwas tersebut.

Pertama, pertimbangan intelektualitas. Buya Syafi'i itu adalah Guru Besar (Prefesor) yang otoritas keilmuannya tidak hanya diakui oleh dalam negeri tapi juga di luar negeri. Sekira Komjen Buwas belum tahu otoritas keilmuan serta kekuatan dan ketajaman analisis dan prediksi ilmiah seorang Buya Syafi'i, ada baiknya Buwas menyediakan waktu membaca buku-buku Buya yang hampir mendekati ratusan judul jumlahnya. Olehnya, kritikan Buya itu adalah kegelisahan seorang cendekiawan melihat masa depan bangsanya.

Kedua, pertimbangan spritualitas. Buya itu, di samping bergelar Profesor Doktor, juga oleh publik diakui dan dipanggil Buya. Gelar Buya itu adalah panggilan tertinggi dalam otoritas keagamaan kami di Sumatera Barat, kira-kira sebangun dengan gelar Kyai di Jawa.

"Dengan demikian kritikan Buya itu juga adalah kritikan seorang ulama," ungkap Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sumatera Barat periode 1993-1995 ini.

Ketiga, pertimbangan kenegarawanan. Disamping sebagai tokoh agama dan cendekiawan, Buya juga adalah sebagai guru bangsa. Persyaratan utama guru bangsa itu adalah ketulusan serta satunya kata dan laku. Dalam usianya yang sudah melampaui rata-rata usia harapan hidup orang Indpnesia, Buya sudah tidak memiliki ambisi politik kekuasaan apa-apa lagi, kecuali Buya ingin bangsa ini memiliki harapan masa depan.

"Itu yang selalu Buya sampaikan sejak lama. Saya mengikuti harapan luhur beliau seperti itu sejak sebelum reformasi," sambung Maneger, yang saat ini menjabat Wakil Ketua Umum Kornas Forum Komunikasi Alumni IMM

Keempat, pertimbangan sosiologis. Di samping sebagai guru besar, guru banga, dan ulama, Buya juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah. Dan sekarang Buya juga menjadi Dewan Penasihat Komnas HAM RI 2012-2017. Oleh karena itu, reaksi berlebihan Buwas itu oleh publik dinilai sebagai arogan dan juga tidak humanis dan sangat jauh dari kategori etis.

Kelima, faktor kemendesakan. Melihat mulai masifnya reaksi negatif publik atas sikap  tidak elegan Buwas itu, dia mendesak agar Komjen Buwas segera minta maaf secara terbuka, di samping ke Buya, walaupun mungkin secara pribadi Buya tidak membutuhkan, juga ke publik. "Saya kira publik masih ikhlas menunggu permintaan maaf Buwas paling lambat 7 x 24 jam terhitung dari sekarang," tandasnya.

Sebelumnya, Komjen Buwas mempertanyakan kritik Buya Syafii atas penetapan dua pimpinan KY sebagai tersangka. "Beliau (Buya Syafii) kan bukan orang bodoh, pasti mengerti mana penegakan hukum yang benar. Kasus ini dari laporan Sarpin pribadi, pihak yang dilaporin pribadi," kata Buwas.

Dia juga mempertanyakan kapasitas Buya Syafii yang meminta Presiden Jokowi melalui Kapolri untuk mencopotnya sebagai Kepala Bareskrim Polri. "Apa kapasitasnya Beliau? Nggak usah lah, berkomentar dan mencampuri penegakan hukum kalau dia nggak mengerti penegakan hukum itu sendiri," tegasnya.[zul]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

CEO Coinbase Umumkan Pernikahan, Netizen Seret Nama Raline Shah yang Pernah jadi Istrinya

Kamis, 10 Oktober 2024 | 09:37

UPDATE

Aceh Selatan Terendam Banjir hingga Satu Meter

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:58

Prabowo Bertemu Elite PKS, Gerindra: Dukungan Moral Jelang Pelantikan

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:39

Saham Indomie Kian Harum, IHSG Bangkit 0,54 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:26

Ini Alasan Relawan Jokowi dan Prabowo Pilih Dukung Rido

Jumat, 11 Oktober 2024 | 23:19

Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Ukir Sejarah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:54

Pensiun Jadi Presiden, Jokowi Bakal Tetap Rutin Kunjungi IKN

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:42

Sosialisasi Golden Visa Bidik Top Investor di Bekasi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:31

Soal Kasus Alex Marwata, Kapolda Metro: Masalah Perilaku Kode Etik yang Jadi Pidana

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:26

Kontroversi Gunung Padang: Perdebatan Panjang di Dunia Arkeolog

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:20

ASDP Ajukan Praperadilan Buntut Penyitaan Barbuk, KPK Absen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 22:17

Selengkapnya