Berita

ilustrasi/net

Parah, Jakarta Sudah Darurat Ekonomi

SENIN, 13 JULI 2015 | 13:17 WIB | LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI

. Ada dua indikator ekonomi penting untuk mengukur sebuah daerah berhasil dalam pembangunan ekonomi suatu daerah. Yaitu jika berhasil memajukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pada saat yang sama berhasil mengatasi kesenjangan ekonomi yang besar.

Demikian disampaikan ekonom dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng. Menurut Salamuddin, seringkali suatu daerah berhasil meraih pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pada saat yang sama daerah tersebut gagal mengatasi kesenjangan atau ketimpangan ekonomi yang besar.

"Itulah yang disebut dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas. Hal itu berarti bahwa pertumbuhan ekonomi yang besar tersebut hanya dinikmati oleh segelitir orang kaya saja. Sementara sebagian besar rakyat tidak menikmatinya atau semakin terpinggirkan," kata Salamuddin beberapa saat lalu (Senin, 13/7).


Dengan demikian, sambung Salamuddin, pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup, namun harus disertai dengan semakin mengecilnya ketimpangan. Keduanya harus sejalan agar  tercapai pertumbuhan yang berkualitas.

"Hal yang tidak boleh terjadi menurut paradigma ekonomi yang dianut dewasa ini adalah pertumbuhan yang minus dan kesenjangan ekonomi yang tinggi. Keadaan ini berarti bahwa ekonomi mengalami kemunduran dan pada bersamaan semakin banyak orang yang terlempar dalam kemiskinan," jelas Salamuddin.

Salamuddin pun menjelaskan, contoh terburuk dalam kwartal I 2015 ini adalah DKI Jakarta. Daerah ini menjadi contoh dari dua hal yang tidak boleh terjadi dalam ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang rendah dan bahkan negatif - 0.12 persen (Q to Q) atau berarti menurun dibandingkan kwartal pertama tahun sebelumnya.

Di saat yang sama, lanjut Salamuddin, tingkat kesenjangan ekonomi yang diukur berdasarkan gini rasio sangat tinggi yakni 0,43 (Maret 2015). Kesenjangan ekonomi DKI Jakarta termasuk kategori parah. Bahkan kesenjangan ekonomi DKI Jakarta adalah yang terparah setelah Papua Barat yakni 0,44.

"Kondisi yang dihadapi Jakarta tersebut tidak bisa dipandang sepele. DKI Jakarta berada da‎lam darurat ekonomi," demikian Salamuddin. [ysa]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya