Ironis, di saat Panitia Seleksi (Pansel) bekerja keras menjaring calon-calon yang handal memimpin KPK, DPR sibuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Anggota Pansel Pimpinan KPK, Yenti Ganarsih resah. Sebab, ada lima isu krusial yang akan dimasukkan DPR dalam naskah revisi UU KPK. Yakni pemÂbatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas KPK, penghapusan kewenangan penuntutan, pengetatan rumusan kolektif-kolegial, dan pengaturan terkait pelaksana tugas pimpinan jika berhalangan hadir.
"Buat apa pimpinan KPK kuat, tapi kalau lembaganya dilemahkan. Kita berharap KPK tidak dilemahkan," tegas Yenti Ganarsih kepada Rakyat Merdeka, Senin (29/6). Berikut kutipan lengkapnya:
Bagaimana nasib KPK ke depan bila UU KPK jadi direÂvisi?Eksistensi KPK berada di tangan pemerintah dan DPR. Pelemahan atau penguatan juga bergantung bagaimana keberpiÂhakan mereka memberantas koÂrupsi. Saya menduga revisi UU KPK adalah salah satu faktor yang membuat KPK lemah.
Kenapa?Yang membuat lemah KPK atau badan-badan seperti KPK di seluruh dunia, political will ekÂsekutif dan legislatif melemah. Kalau sudah begitu, pasti KPK tak ada apa-apanya.
Apakah ada faktor lainnya?Faktor lain yang membuat KPK tak berdaya adalah interÂvensi politik. Intervensi politik punya peran besar melemahkan KPK. Sebagai lembaga antikoÂrupsi, KPK seharusnya bekerja independen.
Faktor lain yang tak kalah penting membuat KPK macan ompong datang dari internal lembaga itu. KPK tak bisa mengÂgigit lagi, jika para komisionÂernya lebih memilih diam alias lebih senang status
quo.
Bagaimana dong upaya memberantas korupsi ke depan?Kondisi tersebut bertolak belakang dengan fakta bahwa korupsi di Indonesia semakin marak dan masif. Karenanya, upaya memberantas korupsi tidak cukup setahun dua tahun. Butuh waktu panjang memÂberangus korupsi dari bumi Indonesia.
Caranya bagaimana agar pencegahan korupsi efektif?Penindakan dan pencegaÂhan yang dilakukan KPK harus jalan beriringan agar seimbang. Pencegahan tanpa penindakan atau sebaliknya hanya akan membuat korupsi terus dan tetap terjadi.
Menurut Anda revisi UU KPK tidak perlu?Ya. Saya menilai tak penting DPR merevisi undang-undang KPK. Tak penting karena yang disoroti masih seputar wewenang menyadap, penuntutan, dan upaya paksa lainnya. Padahal seyogianya bagian tersebut tak perlu diubah bila nawacita-nya ingin memperkuat KPK.
Beda bila pasal lain yang masih lemah yang ingin direvisi, itu baru sebuah dukungan antikoruÂpsi. Kalau saya sih tidak setuju ya, buat apa sih? Tidak terlalu penting.
Kenapa tidak penting?Menurut saya, revisi undang-undang tersebut justru melemahÂkan KPK. Padahal, KPK harus mempunyai kewenangan-keÂwenangan khusus. Berarti harus berbeda dengan Kejaksaan dan Kepolisian. Kewenangan khusus tersebut sudah diamanatkan lemÂbaga antikorupsi dunia United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC). Uncac menjamin KPK mempunyai kewenangan khusus.
Saya sangat mempertanyaÂkan penyadapan KPK yang dipermasalahkan banyak pihak. Menurut saya, lembaga lain seperti Polri untuk penanganan terorisme dan narkoba, serta Komisi Yudisial juga diberi kewenangan penyadapan. Sekali lagi saya menilai, revisi UU KPK nggak penting.
Apa dong yang harus dibaÂhas DPR?Yang penting DPR membahas dan melakukan revisi KUHP dan KUHAP. Sebab, jalannya UU KPK tak bisa dipisahkan dengan KUHP dan KUHAP. Sementara, sampai saat ini masih ada sejumÂlah pasal di KUHP dan KUHAP yang sudah tak sesuai denÂgan UU lain, seperti UU KPK. Makanya lebih urgen itu revisi KUHP dan KUHAP.
O ya, apa harapan Anda terÂhadap calon pimpinan KPK?Saya berharap calon komiÂsioner KPK yang mendaftar ada yang betul-betul menguasai hukum acara pidana. Hal ini penting karena KPK kini mengÂhadapi kondisi hukum yang berbeda.
Mengapa calon yang mendaftar betul-betul harus menguasai hukum acara pidana?Pemahaman terhadap hukum acara pidana menjadi penting. Sebab, penetapan tersangka sudah masuk ke dalam objek praperadilan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Makanya kita harapkan, orang itu mempunyai integritas dan kompetensi. Mestinya dari lima pimpinan KPK itu ada yang menguasai itu.
Kalau tidak ada yang menÂguasai, bagaimana?Kalau nggak ada yang menÂguasai, ya repot. Nanti kalau ada gugatan praperadilan bagaimana. Makanya kita berusaha ada yang menguasai acara pidana, tapi orang itu memenuhi syarat. ***