Pro kontra revisi Undang-Undang KPK masih berguÂlir. Tidak hanya di kalangan politisi, aktivis, orang profesional, tapi bahkan terjadi di pucuk pimpinan negeri ini.
Presiden Jokowi telah menyatakan menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Tapi Wakil Presiden Jusuf Kalla menyetuÂjuinya.
Memang sering kali kedua pemimpin negeri ini berbeÂda pandangan, namun kenapa urusan penanganan korupsi juga berbeda pandangan? Apa maknanya? Apa ini hanya strateÂgi untuk menarik simpati publik saja? Bagaimana pula masuÂkan dari Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)?
Menanggapi hal itu, anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto mengatakan, berdasarkan unÂdang-undang, pihaknya tidak bisa menyampaikan ke publik mengenai masukan apa yang disampaikan kepada Presiden.
Tapi secara pribadi, bekas Ketua MPR itu berpendapat UU KPK perlu direvisi, tapi hanya terbatas mengenai penetapan tersangka.
"KPK perlu lebih ketat lagi dalam menetapkan tersangka. Ini perlu diatur secara lebih baik," kata Sidarto Danusubroto kepada
Rakyat Merdeka yang dihubungi via telepon, Rabu (24/6). Berikut kutipan selengkapnya:
Kenapa perlu diatur lagi mengenai penetapan tersangÂka?Sebab belakangan ini dalam penetapan tersangka itu digugat praperadilan, dan seringkali kalah di pengadilan.
Sebaiknya bagaimana?Kalau orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, itu sudah final bahwa dia tersangka. Seseorang untuk ditetapkan sebagai terÂsangka itu perlu
triangle eviÂdence yang kuat.
Triangle evidence yang kuat itu seperti apa?Triangle evidence itu segitiga pembuktian; saksi, bukti, korÂban yang saling kait mengkait. Keterangan saksi, alat bukti, maupun korban yang ada di TKP (Tempat Kejadian Perkara).
Olah TKP itu bisa lama. Kemudian interogasi dan gelar perkara dilakukan berulang-ulang. Setelah itu baru penetaÂpan tersangka.
Artinya masih ada yang kurang dalam proses penetapan tersangka di KPK?Kadang-kadang KPK daÂlam penetapan tersangka, gelar perkara itu tidak pernah diÂlakukan. Itu yang harus disemÂpurnakan. Prosedur penetapan tersangka harus sesuai perunÂdangan. Menetapkan seseorang menjadi tersangka itu membuÂtuhkan penyidikan yang lebih komprehensif.
Kadang-kadang saya melihat KPK belum melaksanakan itu. Tiba-tiba ada tersangka. Kadang-kadang dilakukan dengan tertawa.
Kenapa bisa begitu?Lembaga itu kalau sudah terÂlalu dipuji-puji, kadang-kadang lupa pada Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi). Bukan hanya lembaga, tapi juga orang. Orang yang disetengahdewakan itu kadang-kadang lupa pada jati dirinya. Tidak ada orang yang bisa dideÂwakan, kecuali Allah SWT.
Manusia itu kan diciptakan penuh dengan keterbatasan. Ketika dia merasa menjadi setengah dewa, karena banyak dipuja-puji. Lalu Allah mengemÂbalikan lagi dia kepada manusia yang banyak keterbatasan.
Saya umur sudah tua, saya banyak melihat orang dalam hidup ini begitu. Jangan jadikan manusia atau lembaga itu setÂengah dewa. Ketika dia merasa setengah dewa, lihat saja, dia mulai melakukan kesalahan.
Bagian mana lagi yang perlu direvisi?Untuk penguatan, KPK perlu pembukaan cabang di beberapa kota besar, seperti; Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, Palembang, Denpasar, Jayapura, kemudian perlu peÂnambahan penyidik-penyidik profesional.
Bagaimana dengan keÂwenangan penyadapan?Penyadapan itu perlu tapi harus dibatasi. Penyadapan itu dilakuÂkan kalau terindikasi ada arah melakukan korupsi atau tindak pidana. Nggak bisa semua orang disadap. Pokoknya penyadapan itu harus selektif. ***