. Selama 2014, kasus cerai gugat di seluruh Pengadilan Agama ada 268.381 kasus. Kementerian Agama pun semakin cemas karena jumlah kasus cerai gugat itu jauh lebih banyak dibandingkan kasus cerai talak atau cerai biasa. Pada periode yang sama, jumlah cerai talak 113.850 kasus.
Berdasarkan penelitian, kata Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag, Muharam Marzuki, angka cerai gugat ini diawali dengan hipotesa bahwa fenomena kesetaraan perempuan dengan laki-laki. Banyak perempuan yang sudah memiliki akses pekerjaan seperi laki-laki. Selain itu banyak perempuan yang memiliki penghasilan relatif lebih besar.
"Ternyata setelah kita telusuri di lapangan, penyebabnya tidak hanya itu. Faktor keharmonisan menjadi penyebab yang dominan," ujarnya.
Menurut Muharam, faktor keharmonisan yang berujung cerai gugat beragam sekali. Mulai dari hal-hal besar seperti suami berselingkuh atau tidak memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri. Hingga hal-hal kecil atau sepele, juga banyak berujung cerai gugat.
Muharam mencontohkan persoalan kecil seperti ketidakcocokan menu makanan yang tersaji di rumah, bisa berujung cerai. Kemudian juga ada kasus gugat cerai yang dipicu SMS "mesra" dari suami kepada orang lain. SMS itu dicurigai dikirim untuk perempuan simpanan.
"Gara-gara HP keluarga yang harusnya jadi surga, malah jadi neraka. Tidak ada saling menghargai, ribut terus," katanya sebagaimana dilansir
JPNN (Selasa, 23/6).
Dari penelitian yang mewakili daerah di seluruh Indonesia ini, Muharam mengatakan ada sejumlah rekomendasi untuk Kemenag dan instansi lain. Diantaranya adalah memperkuat pelatihan pranikah atau kursus calon pengantin (suscatin). Dia berharap suscatin tidak digelar hanya seremoni saja dan dalam waktu singkat.
Dia membandingkan di Singapura program suscatin dilaksanakan selama 15 hari. Kemudia di Brunei Darussalam program suscatin digelar selama satu bulan. Di Indonesia program suscatin cuma ceramah 1 sampai 2 jam saja
Dengan pelatihan yang intensif itu, diharapkan pasangan calon pengantin benar-benar siap membina keluarga. Muharam menegaskan cerai itu tidak dilarang, tetapi dibenci agama. Jadi jika disimpulkan cerai itu tidak boleh, kecuali keadaan darurat seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
[ysa]