Penyerangan kantor DPP Partai Golkar, Senin (8/6) lalu berbuntut panjang. Kubu Agung Laksono mendesak islah menghadapi Pilkada dibatalkan.
Kekhawatiran banyak pihak, kini menjadi kenyataan bahwa islah Partai Golkar mengÂhadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, 9 Desember 2015, rawan konflik.
Islah partai berlambang berÂlambang pohon beringin yang digagas Wapres Jusuf Kalla (JK) itu hanya untuk menghadapi pilkada. Islah yang dilaksanakan, Sabtu (30/5) lalu itu, hanya memuat empat poin.
Yakni setuju mendahulukan kepentingan Partai Golkar ke deÂpan sehingga dapat mengusung calon dalam pilkada serentak, setuju membentuk tim penjarÂingan bersama di daerah, calon yang diajukan harus memenuhi kriteria yang disepakati, dan pendaftaran calon kepala daerah pada Juli 2015 merupakan usuÂlan dari Partai Golkar yang diakui oleh KPU.
Yakni setuju mendahulukan kepentingan Partai Golkar ke deÂpan sehingga dapat mengusung calon dalam pilkada serentak, setuju membentuk tim penjarÂingan bersama di daerah, calon yang diajukan harus memenuhi kriteria yang disepakati, dan pendaftaran calon kepala daerah pada Juli 2015 merupakan usuÂlan dari Partai Golkar yang diakui oleh KPU.
Dengan adanya penyerangan kantor Partai Golkar di Jakarta Barat itu, Juru Bicara Partai Golkar hasil Munas Ancol, Leo Nababan mengatakan, pihaknya meragukan kesepakatan damai menghadapi pilkada.
"Pak Agung saja sampai emosi mendengarnya dan mengatakan untuk apa ada kesepakatan-kesepakatan. Pak Agung juga bilangkalau begini caranya, saya nggakyakin bisa bersepakat lagi. Ngapain lagi islah-islah kalo begini," kata Leo Nababan.
Bagaimana tanggapan kubu Aburizal Bakrie terhadap deÂsakan kubu Agung Laksono itu? Simak wawancara
Rakyat Merdeka dengan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Siti Hediati Hariyadi yang akrab disapa Titiek Soeharto berikut ini;
Bagaimana nasib islah kalau begitu?Kita ini sudah ngalah, tandaÂtangani islah. Tapi sudah islah, eh kok malah mau gedung didudukin terus. Islah itu kan kita harus ramai-ramai dong. Gedung kan kantor kita juga bareng-bareng makainya. Ini malah mau nguasain sendiri.
Terus harus bagaimana?Jangan begitu dong, kita kan sudah mengalah. Kita mau islah, sudah berbaik hati. Mestinya kita berdiri sama tinggi, duduk sama rendah.
Kubu Anda merasa lebih berkuasa?Kita lebih tinggi dong karena kita pemenangnya. Kita mau ngalah, tapi mereka malah begitu. Akhirnya kita kecewa. Kalau kayak gini kan nggak ada niat untuk perbaikan Partai Golkar.
Kenapa kubu Aburizal Bakrie merasa sebagai pemeÂnang? Karena kami menang di dua pengadilan, yakni Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut). Kubu Agung dilaÂrang untuk melakukan kegiatan dengan mengatasnamakan Partai Golkar. Ini berarti kepengurusan kami yang sah.
Apa imbauan Anda?Sudahlah, kita jadi satu saja. Kita satu keluarga untuk bersaÂma-sama memebesarkan Partai Golkar. Kita dorong kader-kader kita yang ada di daerah ini supaya bisa menjadi kepala-kepala daerah, yakni jadi bupati, walikota, dan gubernur. Kalau kita ribut terus, akhirnya mereka akan cari partai lain untuk menjadi kendaraan politiknya menghadapi pilkada. Kalau suÂdah begitu kan yang rugi Partai Golkar.
Yang terpenting, saat ini kader-kader di daerah bisa percaya diri dalam menentukan sikap karena sudah memiliki pegangan. Dengan kondisi seperti ini kader-kader di daerah bisa meneruskan kerja kita ke depan. ***