Sebagian hakim agung yang bergabung dalam Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus kewenangan Komisi Yudisial (KY) daÂlam menyeleksi hakim. Gugatan ini berdampak negatif karena rekrutmen hakim menjadi mandek. Sejumlah pengadilan mengalami krisis hakim.
"Yang kita khawatirkan jadi kenyataan. Krisis hakim sekaÂrang sudah mulai terasa. Ada pengadilan yang hakimnya cuma tiga orang. Kalau satu sakit satu orang, nggak sidang," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshori Saleh kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Jumat (5/6).
Berikut kutipan selengkapÂnya;
Sebenarnya apa akar masalahnya, hingga terjadi perseteruan KY dengan MA mengenai seleksi hakim?Sebenarnya ini bukan antara MA dengan KY, tapi MA dengan pemerintah plus DPRsebagai pembuat undang-undang. Kami nggak ada beban apa-apa. Tapi kalau diberi kesempatan untuk menjalankan amanah undang-undang, kami sudah siap.
Apa keberatan sejumlah haÂkim agung ini akan menggangÂgu kinerja dan kewenangan KY?KY tidak ada masalah, walaupun kami juga didengar keterangandi MK, sebetulnya kami siap melaksanakan. Tidak ada alasan untuk mengurangi kewenangan itu.
Kenapa KY ngotot ingin dilibatkan dalam proses seleksi hakin?Karena kewenangan itu amaÂnah undang-undang. Tujuannya agar lebih transparan, akuntabel. Karena ketertutupan itu hanya akan menimbulkan kecurigaan-kecurigaan. Unsur-unsur yang bisa dicurigai masyarakat misalÂnya ya seperti KKN, tidak bersih dan lain sebagainya.
Sebelum masalah ini menÂcuat ke permukaan, apa ada pembicaraan khusus yang dibangun antara KY dan MA?Awalnya kita sudah duduk bersama, termasuk konsepnya kayak apa, rancangan dan peraÂturan bersama, kita sudah jadi satu. Tiba-tiba sebagian hakim MA yang mengajukan gugatan Ke MK, akhirnya mandek. Ini yang kita sayangkan.
Rancangan bersama yang sudah sempat dibicarakan itu seperti apa?Seleksi hakim dilaksanakan bersama, dengan model obyekÂtif.
Pertama. Kita harus patok indek kumulatif prestasinya berapa, itu sudah diatur semua. Kemudian, sebelum itu kita juga harus investigasi ke keluarganya, teman-teman waktu kuliah.
Dengan cara itu, kita betul-betul memperoleh hakim tidak dengan cara membeli kucing dalam karung. Tapi betul-betul transparan.
Kedua, pakai sistem seperti rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pokoknya tes dengan obyektif. Nanti akan ketahuan siapa gugur atau tidak. Tidak lagi dinilai orang di rumah, tapi selesai di komputer.
Cuma itu?Kemudian kita undang pakar-pakar, seperti psikologi, hukum-hukum tertentu, ahli manajemen, dan lainnya. Itu konsepnya.
Apa waktu itu pihak MA setuju?Waktu itu MA setuju, dan pelaksanaannya dilakukan oleh MA. Kami tidak ikut campur. Paling-paling kami memberikan materi tentang kode etik. Kami menyiapkan konsep-konsep perekrutan yang lebih baik. Semakin banyak pihak yang terlibat melakukan rekrutmen akan lebih transparan, akuntabel. Kami hanya ikut memberi pengawasan tanpa menÂcampuri pendidikannya.
Artinya, KY hanya mengawasi?Ya. KY selaku pihak di luar MA mengawasi. KY ingin menghasilkan hakim yang berkualitas dan berintegritas. Itu yang menjadi tanggung jawabÂnya KY. ***