Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro/net
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sempat menjadi sasaran kekesalan publik melihat performa tim ekonomi pemerintah yang dinilai lamban di awal 2015. Nilai tukar rupiah yang terus turun hingga mencapai Rp 13.200 per dolar AS, dianggap sebagai ketidakmampuan Bambang menjalankan tugas.
Bambang juga dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kenaikan harga beras. Padahal, dua isu tersebut adalah pekerjaan dan tanggung jawab instansi lain. Stabilitas nilai tukar rupiah lebih merupakan domain Bank Indonesia. Sementara harga beras yang cenderung naik adalah domain dari kementerian lain di Kabinet Kerja.
Bambang tidak begitu khawatir menghadapi serangan ini. Saat diwawancarai Rakyat Merdeka, pria berkacamata itu tetap tenang.
Bagaimana suasana kerja kabinet di tengah ketidakpuasan masyarakat?
Sebetulnya normal. Tetapi kan kerja itu perlu waktu juga. Minimal setahun lah. Karena di masa Pak SBY pun setahun baru
reshuffle. Tetapi yang jelas sejauh ini masih on the track. Kita memperhatikan penyerapan belanja dan ini lebih bagus dari tahun lalu berdasarkan
year on year. Di 15 kementerian terbesar nilai belanja sudah di atas target. Memang masih untuk belanja rutin. Sementara belanja modal baru bergerak karena APBN-P baru selesai bulan Februari 2015. Butuh sebulan untuk penyiapan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran).
Kemudian ada beberapa kementerian yang cukup besar mengalami perubahan nomenklatur dan ini membuat delay satu bulan lagi. Misalnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, juga Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Jadi kalau saya nilai, situasi masih manageable.
Apakah Presiden Jokowi pernah menyinggung isu reshuffle?Presiden tidak pernah menyinggung isu
reshuffle. Tidak pernah. Pak Jokowi ini pemimpin yang baik. Seharusnya atasan ya begitu. Masak mengancam, awas ya nanti saya ganti. Kalau begini bisa dua yang terjadi. Pertama, semakin termotivasi, atau yang kedua malah down beneran.
Ada yang mengatakan bahwa Anda memiliki kekuatan yang bisa menjadi kelemahan, yakni ketiadaan afiliasi politik… Sampai sekarang, kecuali Pak Bambang Sudibyo, semua Menteri Keuangan berasal dari profesional. Kementerian Keuangan kalau dipegang partai politik akan bisa bikin jealous partai lain. Syukurlah sampai sekarang Presiden masih berpikir bahwa Menteri Keuangan harus profesional.
Meski tidak berpartai, tetapi saya selalu membangun hubungan. Sejak 2011, di Kementerian Keuangan saya sudah memegang Panja A di Badan Anggaran DPR RI. Mau tidak mau saya harus bergaul dengan anggota DPR sehingga lama-lama terbiasa juga.
Apakah Anda merasa seolah-olah jadi sasaran tembak untuk semua persoalan ekonomi?Bagi saya, merasa atau tidak merasa, yang utama saya mengerjakan tugas saya menjaga ekonomi stabil. Orang sering lupa yang jauh lebih penting dari ekonomi adalah kestabilan. Karena pertumbuhan bisa cepat, tetapi tanpa stabilitas ekonomi, bisa tidak ada artinya.
Seperti di tahun 1998. Pertumbuhan ekonomi kita antara 1990 sampai 1997 sekitar 7 persen. Luar biasa. Tetapi
collapse begitu saja dan bergerak menjadi minus 14 persen. Sejak itu, walaupun sudah bangkit, kita belum pernah lagi mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen.
Itu terjadi karena stabilitas ekonomi tidak dijaga dan kita hanya mengejar pertumbuhan. Padahal ibarat mesin, bila digenjot terus akan semakin panas, lalu meledak. Saya menjaga agar mesin tidak kepanasan.
Kalau soal perlambatan pertumbuhan, negara mana yang tidak mengalami perlambatan pertumbuhan? Hampir semua negara mengalami perlambatan. Satu atau dua memang ada yang naik. Tetapi hampir semua negara turun, negara maju, negara tetangga kita. Jadi bila saya diserang tentang hal ini, serangan ini salah sasaran.
Apa saja sih yang merupakan tupoksi Menteri Keuangan?Kami ini bendahara negara. Tugas kami menjaga komponen ekonomi, konsumsi rumah tangga, investasi, konsumsi pemerintah, ekspor dan impor. Dari semua itu yang langsung di bawah kontrol Kementerian Keuangan adalah konsumsi pemerintah yang disebut belanja barang dan belanja modal infrastruktur. Kalau dua hal ini dinaikkan, bisa mendorong pertumbuhan.
Untuk konsumsi rumah tangga, memang Kementerian Keuangan punya peran. Tetapi tidak langsung. Misalnya, dalam mempengaruhi agar daya beli naik.
Menjaga inflasi pun bukan tugas kita. Untuk itu, ada Bank Indonesia (BI) dan kementerian lain. Nilai tukar rupiah di luar pekerjaan kita. Kita hanya bisa bantu, menjaga agar rupiah tetap kuat dengan mengurangi defisit transaksi berjalan, misalnya. Kami tetap berkoordinasi dalam menjalankan tugas. ***