Komisi II DPR dinilai bersikap aneh. Sudah tahu Presiden Jokowi menolak merevisi Undang-Undang Partai PoliÂtik dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, tapi tetap saja membahasnya.
Kalau Presiden menolak revisi, kedua undang-undang itu tidak bisa diubah meski nanti sudah rampung penggodokannya. Lalu buat apa dibahas? Apa mungkin ada deal terselubung saat pimpiÂnan DPR menemui Presiden Jokowi, Senin (18/5) lalu?
Untuk mengetahui hal itu, Rakyat Merdeka melakukan wawancara dengan Wakil Ketua DPR Agus Hermanto berikut ini:
Apa saja yang dibicarakan dalam pertemuan itu? Pertemuan itu rapat konsultasi antara pimpinan DPR bersama Komisi II DPR dengan Presiden Jokowi. Kita sampaikan mengenai legislasi. Kita harus menyeÂlesaikan sekitar 30 RUUpada 2015. Ini kan sudah bulan Mei, sebentar lagi akan habis.
Dari 30 RUUitu, banyak usulan pemerintah. Untuk itu kami mendorong kepada pemerintah agar RUUdari pemerintah seÂcepatnya dimasukkan ke DPR untuk dibahas.
Bukankah pertemuan itu untuk meminta Presiden agar merevisi UU Parpol dan UU Pilkada? Ya, itu juga kita bicarakan. Ada rekomendasi dari Komisi II DPR yang intinya akan melakÂsanakan revisi terbatas dalam UUPilkada dan UUParpol.
Presiden menolak melakuÂkan revisi, tapi kenapa tetap dibahas Komisi II? Memang Presiden mengangÂgap masukan dari Komisi II hanya sebatas pertimbangan. Sebab, untuk revisi UUPilkada akan berpengaruh kepada peraturan KPUdan lain-lain. Sedangkan dalam UUPilkada itu permasalahannya di partai politik yang bersengketa. Pak Jokowi tidak ingin memasuki ranah parpol bersengketa itu.
Apa saran Jokowi? Jokowi menyarankan agar diselesaikan secara politik. Bisa islah, Munas Luar Biasa, dan arbitrase.
O ya, apa tanggapan Anda mengenai Petral yang dari dulu ingin dibubarkan tapi berhenti di meja SBY? Saya sampaikan itu tidak benar, bohong. Pak SBY tidak pernah menerima usulan untuk pembubaran Petral. Kok seolah-olah Pak SBY ada sesuatu denÂgan Petral.
Anda yakin SBY tidak perÂnah menerima usulan pemÂbubaran Petral? Ya, saya memang tahu bahwa Pak SBY tidak pernah menerima usulan pembubaran Petral. Sekarang pemerintah ingin menÂcari popularitas dengan kegagalan di bidang ekonomi, terlebih lagi di dalam bidang energi.
Menteri ESDM ini tidak memÂpunyai kapabilitas untuk memÂpersiapkan BBM dengan baik. Untuk menutupi ketidakmamÂpuannya itu, dia memberikan berita bohong.
Dari mana Anda tahu bahÂwa yang disampaikan Menteri ESDM itu bohong? Saya jadi anggota Dewan sudah tiga periode, sehingga tahu persis apa masalah energi. Sekarang saya juga di DPR membidangi Komisi IV, V, VI dan VII. Kalau berita tidak benar, jangan disebarluasÂkan, itu masuk fitnah.
Kalau sudah seperti ini, sebaiknya bagaimana? Kami menginginkan Menteri ESDM memberikan klarifikasi. Kami melalui Komisi VII akan memanggilnya. ***