Presiden Jokowi tidak setuju dengan revisi Undang- Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Tapi Komisi II DPR tetap ngotot membaÂhasnya.
Padahal, untuk mengubah undang-undang, pemerintah dan DPR harus setuju. Apa sebeÂnarnya terjadi di balik itu? Apa ada kesepakatan terselubung antara pemerintah dan DPR?
Keinginan DPR mengubah Undang-Undang Partai Politik (UU Parpol) dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) karena KPU tidak menerima rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR.
Berdasarkan Peraturan KPU, parpol yang berhak mengikuti pilkada yang terdafÂtar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Bila terjadi gugatan, KPUmengharuskan putusan pengadilan bersikap final dan mengikat. Sedangkan rekomendasi Panja Komisi II DPR berdasarÂkan putusan pengadilan terakhir meskipun belum final.
Bagaimana tanggapan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengenai kemelut itu?
Simak wawancara
Rakyat Merdeka dengan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) berikut ini:
Apa Anda setuju dengan DPR merevisi UU Pilkada dan UU Parpol? Itu terserah DPR, tapi untuk mengubah undang-undang peÂmerintah harus setuju. Kami nggak ikut-ikutan.
Tapi menurut Anda, apa masih mungkin dilakukan? Kalau Presiden dan DPR bisa menemukan jadwal yang tepat, bisa saja.
Bukankah saat ini tahapan pilkada sudah mulai berÂjalan? Saya rasa bisa dicarikan jalan. Kalau mau ya.
Bagaimana caranya? Misalnya, tahapan terus. Khusus untuk yang lagi konflik bisa diberi kesempatan mendafÂtar belakangan. Misalnya beÂgitu.
Bagaimana dengan jadwal kampanye? Mengurangi jadwal kampaÂnye, misalnya begitu ya. Bisa saja itu.
Apa itu tidak mengganggu jadwal dan tahapan pilkada yang sudah ditetapkan? Mekanisme pendaftarannya bisa dibuka. Tidak kaku, miÂalnya tanggal sekian sampai tanggal sekian. Sudah masuk tahapan penetapan, masih ada partai yang belum mengajukan karena alasan hukum.
Artinya masih bisa diperÂpanjang masa pendaftaran? Itu misalnya. Tapi diperpanÂjang khusus. Ada pertimbangan khusus, maka diperpanjang. Khusus untuk partai yang berÂsengketa.
Bagaimana dengan ketenÂtuan yang dipakai KPU? Nah ketentuan yang memungÂkinkan diperpanjang itu, dimuat sedikit satu kalimat di undang-undang, ya jadi. Tidak mengÂganggu.
Anda yakin ini tidak berdampak terganggunya tahapan atau jadwal lain yang sudah ditetapkan? Tidak akan mengganggu jadÂwal yang lain. Jadwal pendaftÂarannya saja. Itu misal.
Cara lain? Cara lain, kita berharap putuÂsan pengadilan itu agak cepat.
Apa bisa jadwal Pilkada serentak diundur? Itu tidak bisa lagi. Kan sudah ada Undang-Undangnya. Jadwal 9 Desember 2015, itu sudah jadÂwal kenegaraan, resmi.
Jangan gara-gara konflik dua parpol, seluruh warga negara kita bertengkar, yang sifatnya pertengkaran privat. Masak karena konflik itu mengganggu jadwal dan agenda kenegaraan. Itu nggak boleh. Negara nggak boleh terganggu oleh konflik yang bersifat privat. ***