Berita

Cahyadi Kumala/net

X-Files

Cahyadi Kumala Dituntut KPK 6,5 Tahun Penjara

Perkara Suap Bupati Bogor
KAMIS, 14 MEI 2015 | 07:59 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kasus merintangi penyidikan untuk terdakwa Komisaris Utama PTBukit Jonggol Asri (BJA) Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng, memasuki babak baru.
 
Cahyadi dituntut hukuman penjara selama 6,5 tahun dan denda Rp 500 juta. Dengan ke­tentuan, apabila tidak sanggup membayar akan diganti kurungan badan selama 5 bulan.

"Meminta supaya Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan, terdakwa Kwee Cahyadi Kumala terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa," kata Ketua Tim Jaksa KPK Surya Nelli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin.


Jaksa Nelli mengatakan, Cahyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena mempengaruhi saksi dalam penyidikan perkara atas nama Franciscus Xaverius Yohan Yap yang sudah divonis lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan setelah permohonan kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA).

Yohan, merupakan utusan Cahyadi, dalam memberikan uang suap kepada Bupati Bogor Rachmat Yasin guna menerbitkan surat rekomendasi tukar menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektar atas nama PT BJA.

Disebutkan jaksa, Cahyadi membutuhkan surat rekomen­dasi untuk melanjutkan pemban­gunan kota mandiri atas nama PT BJAyang berada di bawah naungan Sentul City.

Atas dasar keinginannya itu, Cahyadi mengucurkan dana Rp 5 miliar kepada Yohan mela­lui orang kepercayaannya, Robin Zulkarnaen agar diserahkan kepada Rachmat Yasin. Dengan maksud, supaya Rachmat Yasin menerbitkan surat Nomor: 522/624/ tanggal 29 April 2014 perihal rekomendasi tukar menu­kar kawasan hutan.

Menurut jaksa Nelli, perbua­tan terdakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terkait dakwaan merintangi penyidikan, versi jaksa, Cahyadi dianggap terbukti menyuruh pen­gacara Tantawi Jauhari Nasution meminta istri Yohan, Jo Shien Ni alias Nini selaku Direktur PT Multihouse Indonesia, agar me­nyepakati Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan PT Brilliant Perdana Sakti (BPS) senilai Rp 4 miliar, sehingga seolah-olah uang tersebut merupakan transaksi jual beli dan tidak ada hubungan dengan penyuapan Rachmat Yasin.

"Sehingga, dapat mengaburkan keterlibatan terdakwa Cahyadi Kumala sebagai penanggung jawab dalam pemberian uang untuk Bupati Bogor Rachmat Yasin. Terdakwa merasa ketakutan karena ingin menghindari pemeriksaan KPK," ucap jaksa.

Selain itu, Cahyadi dianggap melakukan pemindahan doku­men-dokumen yang berkaitan dengan proses pengurusan reko­mendasi tukar-menukar kawasan hutan dan dokumen lain terkait PT BJA yang ada di kantornya, Menara Sudirman, Kavling 60 ke sejumlah tempat seperti ke Sentul, Jagakarsa, Pulogadung dan tempat lain agar dokumen itu tidak dapat disita penyidik KPK.

Pemindahan itu dilakukan oleh karyawan Cahyadi, yaitu Teteung Rosita, Roselly Tjung, Dian Purwheny dan Tina Sugiro.

Atas dakwaan tersebut, Cahyadi diancam pidana dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Cahyadi dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam rang­ka pencegahan dan pemberan­tasan tindak pidana korupsi.

"Yang meringankan, karena terdakwa bersikap sopan selama persidangan, dan belum pernah dihukum," sebut jaksa Nelli.

Atas tuntutan itu, Cahyadi akan melayangkan nota pembe­laan (pledoi). Sidang akan dilan­jutkan pada pekan depan dengan agenda pembacaan pledoi. "Saya serahkan kepada penasehat hu­kum," kata Cahyadi.
 
Kilas Balik
Suap Rp 5 Miliar Untuk Bupati Bogor Diantar Yohan Yap Secara Bertahap


Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri, Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng mengakui pernah mengirim uang senilai Rp 4 miliar kepada Yohan Yap (YY) dengan cara transfer melalui rekening PT Briliant Perdana Sakti.

Cahyadi mengatakan, dia pernah menyuruh anak buah­nya, yakni Manager Keuangan PT Bara Rangga Wirasmuda, Rosselly Tjung alias Sherly Tjung untuk mentransfer uang tersebut kepada Yohan.

"Saya telepon Sherly supaya transfer uang Rp 4 miliar ke YY," kata Cahyadi dalam kesaksiannya saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/5).

Meski demikian, dia mengaku tidak mengetahui ketika Sherly kemudian mentransfer uang tersebut ke perusahaan milik Yohan, PT Multihouse Indonesia (MI). "Saya hanya perintahkan, yang urus semua Sherly," ujar Cahyadi.

Saat disinggung mengenai tujuan pemberian uang tersebut kepada Yohan, Cahyadi tidak menjawabnya. Dia hanya diam. Dia pun bersikeras, tidak per­nah memberikan uang sebesar Rp 1 miliar kepada anak buah­nya, Robin Zulkarnain, melalui Shirley Tjung.

Dalam dakwaan jaksa, setoran tersebut dikaitkan dengan kasus korupsi Bupati Bogor, Rachmat Yasin yang menerima hadian atau janji, dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara. Rachmat Yasin sudah divonis bersalah dan dihukum penjara selama 5 tahun 6 bulan dan den­da sebesar Rp 300 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Menurut jaksa, uang Rp 4 miliar itu termasuk ke dalam Rp 5 miliar yang diberikan Cahyadi kepada Rachmat Yasin agar menerbitkan surat rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor.

Namun, Cahyadi mengaku sedang dalam keadaan takut saat memberikan keterangan terkait uang Rp 1 miliar itu dalam penyidikan. Dia merasa takut lantaran menjalani pemeriksaan perdana usai dijemput paksa penyidik KPK.

"Saya membuat semua yang di BAP karena saya takut dihukum berat. Saya ngomong saja biar cepat, biar selesai," ujar dia.

Diketahui, Cahyadi didakwa telah memberikan uang suap sebesar Rp 5 miliar kepada Rachmat Yasin terkait permohonan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan seluas kurang lebih 2.754,85 Ha di Kabupaten Bogor.

Namun, uang tersebut hanya sampai ke tangan Rachmat Yasin sebesar Rp 4,5 miliar. Dimana Rp 500 juta untuk Yohan Yap se­bagai bagian dari komisi. Yohan sendiri sudah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider 6 bulan kurungan, kar­ena melakukan korupsi bersama-sama dengan Cahyadi.

Merujuk fakta persidangan, duit dari Cahyadi diberikan secara bertahap oleh Robin Zulkarnaen (anak buah Cahyadi) kepada Yohan Yap. Robin adalah orang kepercayaan Cahyadi. Yohan Yap ditugasi meneruskan duit suap kepada Rachmat Yasin untuk kepentingan PT BJA dalam pembangunan Kota Mandiri.

Mereka berkepentingan agar Bupati Bogor mempercepat terbitnya rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan atas nama PT BJA seluas 2.754 hektare, yang merupakan syarat untuk pemanfaatan lahan 30 ribu hektare Kota Mandiri.

Oleh Yohan Yap, duit dari Cahyadi tersebut disetor kepada Rachmat Yasin sejak Februari 2014. Pada 6 Februari di rumah Rachmat Yasin, Yohan Yap me­nyetor duit Rp 1 miliar. Lalu, Maret 2014, Robin Zulkarnain memberi tahu Yohan bahwa Rachmat Yasin minta lagi Rp 2 miliar. Yohan lalu mendatangi rumah Yasin dan menyetor Rp 2 miliar melalui Tenny Ramdhani, sekretaris pribadi Bupati.

Terakhir, pada 7 Mei 2014, sekitar pukul 16.00 WIB, Yohan bertemu Kepala Dinas Pertanian Bogor Zairin di Taman Budaya, Kabupaten Bogor, untuk me­nyerahkan sisa komitmen suap kepada Yasin, Rp 1,5 miliar. Namun, hari itu keduanya di­tangkap KPK.

Sedangkan Cahyadi dipanggil paksa petugas KPK di Taman Budaya Sentul City pada 30 September 2014.

Koridor Hukum Urus Perizinan Sering Diterobos
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul mengatakan, kasus yang menjerat bos PT Bukit Jonggol Asri (BJA), Cahyadi Kumala adalah kasus yang diduga kerap terjadi da­lam praktik perizinan.

Kata dia, seperti kebanya­kan pengembang, Cahyadi diduga melakukan gratifikasi. Dalam hal ini kepada Bupati Bogor, Rachmat Yasin agar mendapatkan perizinan lahan terkait proyek perumahan yang diajukan PT BJA.

"Rata-rata, di tata ruang seperti itu praktiknya. Kalaupun terjadi pelanggaran tata ruang, ada pada aspek pemberian hadiah," ujar Ruhut.

Politisi Partai Demokrat ini menuturkan, perizinan tata ruang dirasa cukup berat bagi pengembang maupun penyelenggara yang membi­dani ruang lingkup tersebut. Sehingga, diduga banyak terja­di praktik suap menyuap guna mendapatkan izin penggunaan lahan meski tumpang tindih.

"Jadi, koridor hukum sering diterobos," sebut Ruhut.

Dijelaskan, kebanyakan pengembang memiliki mimpi be­sar dalam membangun proyeknya pada satu kawasan. Tetapi, pembangunannya kadang tidak sesuai dengan hukum tata ruang atau terkesan dipaksakan.

Tak hanya itu, ketika pengembang berencana mengek­spansi wilayah ke daerah lain, mereka seringkali berbenturan dengan kondisi hutan. Kebanyakan pengembang lalu ingin mengambil lahan-lahan berpotensi, tetapi tersandung pada status lahan yang belum berubah, sehingga muncul ke­inginan melakukan suap.

"Karena perubahan status itu dikeluarkan atas rekomen­dasi bupati dan izin menteri kehutanan, jadi mereka pepet terus," katanya.

Dia pun menyarankan, lebih baik pengembang memperluas kawasan sesuai dengan koridor hukum yang ada. Sehingga, kejadian serupa tak terulang.

"Tapi harus diakui, hal itu sulit, karena celah lobi-lobinya selalu ada," tutupnya.

Sampaikan Pledoi Atau Tidak Itu Hak Terdakwa
Poltak Agustinus, Bekas Ketua PBHI

Bekas Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Poltak Agustinus Sinaga menyatakan, du­gaan konspirasi dalam perkara terdakwa Cahyadi Kumala alias Swee Teng perlu diungkap secara jelas. Hakim pun seyo­gyanya proporsional dalam menimbang seluruh fakta.

"Kunci keberhasilan dalam menuntaskan setiap perkara ada di tangan hakim. Termasuk dalam kasus ini, hakim mesti profesional," katanya.

Dia yakin bahwa jaksa dan hakim yang menangani perkara Cahyadi Kumala, mendasarkan dakwaan, tuntutan, maupun putusan berdasarkan rangkaian bukti-bukti yang konkret. Oleh sebab itu, dakwaan jaksa, keterangan saksi-saksi, serta bukti-bukti yang diuraikan secara terbuka, hendaknya dimanfaatkan untuk mengkon­sep tuntutan maupun putusan perkara.

Pembelaan terdakwa yang tertuang dalam pledoi, seyo­gyanya juga dijadikan pertim­bangan untuk merumuskan putu­san. "Kesempatan menyampaikan pledoi atau pembelaan ini semestinya dimaksimalkan. Tim kuasa hukum terdakwa hendaknya memanfaatkan mo­mentum ini untuk membela kliennya secara optimal."

Dia menuturkan, momentum menyampaikan pledoi di persidangan menjadi kunci keberhasilan tim penasihat hukum dan terdakwa untuk meyakinkan hakim. Asalkan, berdasarkan fakta.

Menurutnya, terdakwa pu­nya hak menyampaikan pledoi atau tidak menyampaikan. Namun, dia menyatakan, setiap terdakwa sebaiknya menyam­paikan pledoi.

"Dalam pledoi, terdakwa bisa menyampaikan bantahan atau sanggahan terkait berba­gai konspirasi yang dituduhkan kepadanya." Jadi, lanjutnya, kesempatan menyampaikan pledoi harus dimanfaatkan sebaik mungkin. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya