Berita

ilustrasi/net

On The Spot

Sebelum ke GBK, Kasih Kiss Bye di Ujung Gang

Buruh Bakar Diri Saat Peringatan May Day
KAMIS, 07 MEI 2015 | 08:21 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Dua karangan bunga warna-warni itu sudah tampak layu. Tanda duka cita ini dikirim Keluarga Besar Federasi Perjuangan Buruh Indonesia dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia sudah beberapa hari berdiri di depan rumah Jalan Pulo Sirih Utara Dalam III, Pekayon, Bekasi.

 Kursi-kursi plastik merah telah dirapikan. Tenda biru di depan rumah menyusul dibong­kar. Tak terlihat lagi kerumunan orang datang nyelawat.

Sughiroti keluar dari rumah sambil menggendong cucunya, Kahira. "Yang lain sedang ke pemakaman, ziarah sekaligus ngurus surat kematian," kata perempuan yang mengenakan daster biru itu.

Sughiroti adalah ibu dari Sebastian Manuputty, buruh yang bakar diri saat peringatan Hari Buruh Internasional di Gelora Bung Karno, 1 Mei lalu. Buruh PT Tirta Alam Segar itu melom­pat dari atap stadion dengan me­nyelimuti api dirinya. Terjun ke arah panggung hiburan di tengah stadion. Pria kelahiran Jakarta, 7 Maret 1983 itu pun tewas.

Polisi masih menyelidiki ka­sus ini. Dugaan awal, Sebastian bunuh diri. Sebab, ditemukan sebuah botol air mineral berisi bensin di barang bawaan korban. Cairan inilah yang diduga yang dipakai untuk bakar diri.

Jenazah Sebastian telah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Malaka, Duren Sawit, Jakarta Timur. Usai pemakaman, ayah Sebastian, George Pieter Manuputty men­gurus surat kematian anaknya di Kelurahan Pondok Kopi, Jakarta Timur. Sebastian membuat KTP di wilayah itu.

Samah Fitriyanti, istri Sebastian tak terlihat di rumah keluarga suaminya. "Samah sudah pulang ke rumahnya. Soalnya di rumahnya mau mengadakan pengajian," kata Sughiroti.

Aksi nekat Sebastian ini mem­buat syok keluarganya. Tidak ada yang menyangka Sebastian akan mengakhiri hidupnya den­gan cara tragis itu. Hingga kini, Sughiroti masih tak percaya Sebastian bakar diri.

Selama ini, dia melihat anaknya semangat menjalani peker­jaannya di pabrik minuman merek ale-ale. Sang anak juga menekuni usaha sablon.

Kamis, 30 April, sehari sebe­lum May Day merupakan hari terakhir Sughiroti bertemu Sebastian. "Dia terlihat tidak ada masalah. Saya sama sekali tidak melihat tanda-tanda dia mau berbuat seperti itu," tutur perempuan yang mengenakan kerudung itu.

Saat itu, Sebastian memang sudah janji akan bertandang ke rumah orang tuanya. Saat ditele­pon Sebastian, Sughiroti mem­beritahukan tengah membantu pindahan Sonia Melias, adik Sebastian pindah rumah dari Margarahayu ke Setu, Bekasi. Sebastian diminta datang saja ke rumah adiknya.

"Saya tunggu dari siang kok nggak datang-datang. Jam 1 malam dia baru datang. Ia sendi­rian, tidak bersama istrinya," kata Sughiroti.

Itu pun tak lama. Sepuluh menit kemudian, Sebastian pamit pulang karena pagi hari akan ikut aksi turun ke jalan memperingati May Day. "Dia sempat nanya, apa mau ikut pulang? Kalau mau pulang, dia mau mengantar. Tapi saya tolak, karena saya mau menginap di rumah Sonia," tutur Sughiroti.

Sudah di luar, Sebastian masuk lagi ke rumah, membujuk Sughiroti ikut pulang. Sughiroti tetap ingin menginap karena in­gin menjaga cucunya, yang juga keponakan Sebastian. Sebastian menyarankan agar keponakan­nya ditinggal saja.

Akhirnya Sughiroti pulang diantar Sebastian dengan motor. "Ketika mengantar saya pulang ini baru ada sedikit keanehan dari sikap Sebastian," imbuhnya.

Sebastian selalu menyentuh dan mengelus tangan ibunya menggunakan tangan kanan dan kirinya bergantian yang dilepas dari stang motor. Sambil men­gelus tangan sang ibu, Sebastian berguman sepanjang jalan, "Mama, mama Tidak ada kata-kata lain darinya," cerita perempuan asal Kendal, Jawa Tengah itu.

Keanehan lain dirasakan Sughiroti begitu tiba di gang ru­mahnya. Saat terpisah, Sebastian berkali-kali melambaikan tangan sampai sang ibu sampai di depan pagar rumah.

"Lalu ketika saya sampai di depan gerbang rumah, tiba-tiba tangannya ke mulut, dan dia memberikan kecupan selamat tinggal (kiss bye) begitu. Saat itu saya lihat mukanya bersih, tapi kelihatan pucat. Namun saya tetap tidak ada pikiran akan ter­jadi seperti ini. Soalnya memang tidak ada gelagat, atau mau menyampaikan pesan khusus," kata Sughiroti.

Pukul 3 sore, George Pieter Manuputty tiba bersama Sonia dan suaminya, Agung, sehabis mengurus surat kematian Sebastian. Dengan wajah letih, pria yang bekerja sebagai sopir taksi ini menghempaskan dirinya di kursi plastik di teras rumah.

Senada dengan istrinya, George juga sama sekali tidak me­nyangka bahwa Sebastian akan melakukan aksi nekat seperti itu. Ia kenal anaknya adalah pekerja keras. Ia pun kaget ketika diberi­tahu Sughiroti pada Sabtu dini­hari bahwa Sebastian bakar diri. "Setelah memastikan sendiri di Rumah Sakit (Polri) Kramat Jati, ternyata memang dia," katanya.

George terakhir kali ia ber­temu dengan putranya 2 bu­lan lalu. Keduanya sama-sama sibuk mencari nafkah. Saat itu, Sebastian dan istrinya datang menengok kedua orangtuanya.

Selama ini, Sebastian ber­hubungan baik dengan tetang­ga, dan teman-temannya. "Dia masih berhubungan dengan teman-teman band-nya pada za­man sekolah dulu. Lalu dia juga aktif diorganisasi. Buktinya, demo kemarin dia menjadi koor­dinator," kata George tak kuasa menahan air matanya.

George tahu Sebastian sangat sayang kepada ibunya. Ia ke rumah untuk bertemu ibunya "Dalam sebulan, dia bisa 2-3 kali dia main ke sini, hanya untuk ketemu ibunya. Dia sudah pasti juga sayang dengan saya, tetapi saya tahu dia lebih sayang lagi ke ibunya," tegas dia.

George ikhlas atas kematian anaknya dengan cara bakar diri. "Istri memang masih syok. Itu wajar karena dia sangat dekat dengan Sebastian. Tapi kalau saya sudah ikhlas, dan hanya terus mendoakan yang terbaik buat dia," katanya.

Kematiannya Diibaratkan Awal Revolusi Jasmin

Mahasiswa Bakar Diri Depan Istana

Aksi bakar diri juga dilakukan Sondang Hutagalung, maha­siswa Universitas Bung Karno dalam aksi unjuk rasa di depan Istana pada 7 Desember 2011.

Tiba-tiba Sondang yang baru menginjak usia 22 tahun itu me­nyiram tubuhnya dengan bensin dan menyulutnya dengan api. Terbakar hebat, aktivis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di kampusnya ini dilarikan ke RS Cipto Mangunkusumo.

Lantaran kondisinya parah, dokter pun tak mampu berbuat banyak. Sempat dirawat selama tiga hari, nyawa mahasiswa Fakultas Hukum itu tak tertolong. Ia meninggal Sabtu,10 Desember. Jenazahnya dimakamkan di TPU Pondok Kelapa keesokan hari.

Bekas ketua DPR Akbar Tandjung mengirim karangan bunga tanda duka cita ke rumah orang tua Sondang di Bekasi.

Sondang diketahui terlibat di beberapa organisasi di luar kam­pus. Ia menjadi Ketua Bidang Organisasi Himpunan Aksi Mahasiswa Marhaenis Untuk Rakyat Indonesia (Hammurabi). Ia juga bergabung dalam Komunitas Sahabat Munir.

Pirto Hutagalung tak menyangka anaknya�"yang mendapat beasiswa dari Blue Bird sejak semester satu�"bakal bunuh diri. Padahal, sebentar lagi dia akan merampungkan kuliahnya.

Sejumlah kalangan meyakini aksi bakar diri Sondang di depan Istana sebagai bentuk protes ter­hadap pemerintah. Kematiannya memicu munculnya berbagai aksi solidaritas di sejumlah wilayah Tanah Air. Beberapa aksi diwarnai bentrok dengan aparat Kepolisian.

Kematian Sondang juga terse­bar luas. Media di luar negeri turut memberitakannya. Situs Washington Post, Kansascity. com hingga jaringan berita NBC (nbcphiladelphia, nbcnewyork, nbcchicago.com) memberitakan soal Sondang

Washington Post memberikan judul "Indonesian right activist dies after burning himself in front of presidential palace".

Aksi Sondang juga diberi­takan di sejumlah media di Timur Tengah. Misalnya di situs Arabnews.com, emirates247. com hingga israelnationalnews. com, sebuah situs dari Israel.

Israelnationalnews.com me­nayangkan tulisan berbentuk ula­san tentang aksi nekat Sondang. Di kalimat pertama ulasan, si penulis langsung menghubung­kan kematian Sondang dengan Revolusi Jasmin atau Revolusi Bunga Melati.

Seperti diketahui Revolusi Jasmin menyulut gelombang demonstrasi besar di Tunisia yang berujung pada penggulingan pemerintahan Presiden Ben Ali yang telah berkuasa 23 tahun.

Pemicu gelombang unjuk rasa ini adalah aksi bakar diri yang di­lakukan Mohamed Bouazizi pada Desember 2010. Sebelumnya, Bouazizi yang berstatus maha­siswa ini diusir polisi lantaran berjualan sayur.

Perekonomian negara itu me­mang sedang memburuk. Harga pangan meningkat. Jumlah pen­gangguran tinggi. Kecewa den­gan tindakan aparat, Bouazizi pun nekat bakar diri di depan kantor gubernur.

Revolusi Jasmin menjalar ke sejumlah negara di Timur Tengah maupun Afrika. Beberapa pemimpin yang sudah berkuasa puluhan tahun pun jatuh.

Berjumpa-Berpisah di Tengah Demo
Kisah Sebastian-Samah
Sebastian Manuputty berjumpa dengan pasangan hidup­nya saat berunjuk rasa. Ia pun meninggalkan sang istri saat demonstrasi Hari Buruh Internasional 1 Mei lalu.

"Saya masih ingat, waktu itu kami bertemu pertama kali tanggal 3 Oktober 2012. Saat itu saya dan Sebastian sedang mengikuti demonstrasi di kan­tor Kementerian. Tapi saya lupa kementerian apa," tutur Samah Fitriyanti, istri Sebastian.

Perjumpaan itu diawali keti­ka saling berebut kardus untuk alas duduk. Karena hanya satu, Sebastian mengalah dan mem­berikannya kepada Samah. "Ketika aku mau duduk, dia mau ambil karton aku juga mau ambil karton. Di situlah ketemunya," kata Samah.

Setelah itu, keduanya ngo­brol sambil diselingi canda hingga lupa saling bertukar nomor telepon. Situs jejaring sosial Facebook, mempertemu­kan keduanya. Di akunnya Samah mencantumkan nomor telepon yang bisa dihubungi. "Dia lihat FB (Facebook) saya. Ada nomor saya. Lalu dis SMS saya duluan," ujarnya.

Sejak itulah keduanya mulai dekat. "Dia itu mukanya tegas, tapi kalau sudah kenal humo­ris," kenang Samah. Setahun lalu, Sebastian dan Samah memutuskan menikah.

Tanggal 1 Mei lalu, pasangan ini ikut memperingati Hari Buruh Internasional di Jakarta. Samah tak mengira jika buruh yang jatuh dari atap stadion Gelora Bung Karno adalah suaminya.

Ia baru menerima kabar kematian Sebastian pada pukul 7 malam, sekitar dua jam setelah kejadian. "Setelah dikabari oleh polisi. Polisi itu katanya dapat nomor saya dari handphone milik Sebastian," tuturnya.

Samah sempat memerima dua pesan singkat dari Sebastian sebelum kematiannya. Sebastian menanyakan posisi Samah. Pesan terakhir ucapan sayang dari sang suami. "Saya tidak berpikir macam-macam saat itu," katanya.

Ketika di Gelora Bung Karno, Samah juga sempat mengirim pesan tiga kali menanyakan ke­beradaan Sebastian. Sebastian membalas masih di tempat yang sama. Saya juga sempat nyari-nyari dia. Tapi tidak ketemu juga. Saya pikir, mungkin masih mengkoordinir teman-teman bu­ruh. Ya sudah saya pulang dengan rombongan,” ungkap Samah.

Samah tak percaya Sebastian akan meninggal dengan tragis. Sebab, saat berangkat ke GBK, dia tidak membawa benda apapun, termasuk bensin. Motor Sebastian yang diparkir di perusahaan.

Samah mengungkapkan suaminya tidak punya musuh. Ia selalu bersikap baik kepada semua orang. "Aku nggak yakin bunuh diri. Soalnya dia nggak gitu orangnya. Lagian berang­katnya bareng, Cuma pisah bus. Saya lihat dia juga nggak bawa apa-apa," tandasnya.

Meski berat menerima kenyataan ini, Samah harus mengikhlaskan kepergian suaminya yang mendadak ini. Tangisnya pecah ketika jasad Sebastian dikebumikan. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya