Berita

Hukum

Mayoritas Publik Setuju Gembong Narkoba Jilid II Dihukum Mati

SENIN, 27 APRIL 2015 | 11:04 WIB | LAPORAN:

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan surat perintah untuk eksekusi mati 10 terpidana mati gelombang kedua.

Meski kuat penolakannya, terutama dari penggiat Hak Azasi Manusia (HAM), namun mayoritas rakyat Indonesia atau sebanyak 86 persen ternyata mendukung keputusan Presiden Joko Widodo menghukum mati pengedar narkoba.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari kepada pers di Jakarta, Senin (27/4), memaparkan, dari hasil survei nasional Indo Barometer selama periode 15-25 Maret 2015, ternyata mayoritas publik Indonesia atau sekitar 84,1 persen menyatakan setuju dengan hukuman mati yang diberikan kepada pengedar narkoba.


"Bagi mereka yang setuju, alasan yang banyak diungkap adalah narkoba merusak generasi muda (60,8 persen), dan dapat menyebabkan efek jera (23,7 persen)," kata Qodari.

Sementara publik yang kontra beralasan masih ada jenis hukuman lain yang lebih manusiawi (36,2 persen) dan hukuman mati merupakan pelanggaran hak asasi manusia (28,4 persen).

Qodari melanjutkan, sebagian besar atau sekitar 84,6 persen masyarakat Indonesia mendukung langkah Presiden Jokowi dalam menerapkan hukuman mati bagi pengedar narkoba. Sedangkan yang tidak mendukung hanya 10,3 persen.

"Dan mayoritas publik (86,3 persen) menyatakan Presiden Jokowi sebaiknya tetap melanjutkan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba, meski negara lain akan memutuskan hubungan diplomatik dan menghentikan kerja sama ekonomi dengan Indonesia," katanya.

Publik juga berpendapat bahwa selain terhadap para pengedar narkoba, jelas Qodari, hukuman mati juga layak diterapkan untuk jenis kejahatan lain seperti koruptor (50,3 persen), pembunuhan (16,3 persen), dan kejahatan seksual (4,2 persen).

"Sementara dukungan hukuman mati untuk terorisme hanya 2,3 persen," katanya.

Adapun ke-10 terpidana mati gelombang kedua itu adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (warga negara Australia), Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Martin Anderson (Ghana), Zainal Abidin bin Mgs Mahmud Badarudin (WNI), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brasil), Sylvester Obiekwe Nwolise (Nigeria), Okwudili Oyatanze (Nigeria).[wid]
 

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya