Berita

Hukum

KPK Usut Timbal Balik yang Diterima Hadi Poernomo di Pajak BCA

KAMIS, 23 APRIL 2015 | 14:38 WIB | LAPORAN:

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serta merta menerima pengakuan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo, terkait tidak adanya kick back atau timbal balik yang didapatkannya setelah mengabulkan keberatan pajak PT Bank Central Asia (BCA) tahun 2003.

Saat ini KPK tengah menelisik lebih jauh dugaan kick back dari pihak BCA terhadap Hadi yang kala itu menjabat Dirjen Pajak.

Pasalnya, pihak BCA diduga kuat diuntungkan dari ulah Hadi yang menerima keberatan pajak tersebut.


"Dugaannya begitu (BCA diuntungkan)," ujar Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK, Piharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Kamis (23/4).

Dalam perkara itu, Hadi disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Adanya keterlibatan pihak lain dipastikan tertuang dalam pasal tersebut. Termasuk, pihak BCA yang diuntungkan dari keberatan pajak yang dikabulkan Hadi.

"Kan untuk pengenaan pasal itu pihak yang diuntungkan bisa orang lain atau korporasi (BCA)," jelas Priharsa.

Lebih lanjut, Priharsa memastikan bahwa penyidik KPK tidak sembarangan menjerat Hadi sebagai tersangka. Karena itu, KPK akan membuktikan sangkaan terkait kasus keberatan pajak BCA itu di persidangan.

"Ya nanti kita lihat saja di persidangan. Apa yang menjadi dalil KPK untuk menetapkan HP (Hadi Poernomo) sebagai tersangka," tandasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengakui jika BCA diuntungkan dari keputusan penerimaan keberatan pajak yang dibuat oleh Hadi Poernomo saat menjabat sebagai Dirjen Pajak Kementerian Keuangan. Padahal, keuntungan BCA itu ditenggarai merugikan negara lantaran kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan bank swasta itu.

"Kan yang pasti dia membuat suatu SK (surat keputusan) yang melanggar prosedur itu. Kemudian yang diuntungkan pihak lain," jelas Adnan.

Karena itu, Adnan berjanji jika pihaknya akan menelisik lebih lanjut dugaan tersebut. Bahkan, KPK tidak segan menjerat BCA dari segi koorporasi.

"Itu tengah didalami," tegasnya.

KPK sendiri pada 21 April 2014 menetapkan Hadi Poernomo terkait dugaan korupsi dalam permohonan keberatan pajak yang diajukan BCA. Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai mantan Dirjen Pajak tahun 2002-2004. Dia diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohononan keberatan pajak BCA tahun 1999.

Dalam kasus itu, Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) pernah mengusut dugaan pengemplangan pajak yang diduga dilakukan BCA. Sumihar Petrus Tambunan selaku Direktur PPh pada 2003 lalu yang langsung mempelajari dokumen-dokumen yang disertakan BCA sebagai bukti pengajuan keberatan pajak.

Direktorat PPh setahun kemudian merampungkan kajiannya. Berdasarkan kajian tersebut, Direktorat PPh membuat risalah atas surat keberatan pajak BCA pada 13 Maret 2004. Isi risalah itu secara garis besar menyebutkan sebaiknya Dirjen Pajak menolak permohonan keberatan pajak yang diajukan BCA. Serta, bank itu diwajibkan melunasi tagihan pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp 5,77 triliun. Untuk pelunasannya, BCA diberi tenggat hingga 18 Juni 2004.

Dokumen risalah tadi selanjutnya diserahkan kepada Dirjen Pajak yang kala itu dijabat Hadi Poernomo. Sehari sebelum tenggat BCA membayar tagihan pajaknya, Hadi menandatangani nota dinas Dirjen Pajak yang ditujukan kepada bawahannya, Direktur PPh. Isi nota itu bertolak belakang dari risalah yang dibuat sebelumnya. Di mana, Hadi justru mengintruksikan kepada Direktur PPh agar mengubah kesimpulan risalah yang awalnya menolak menjadi menyetujui keberatan.

Pada kasus itu, Direktorat PPH di Direktorat Jenderal Pajak menangani kasus dugaan pengemplangan pajak. Direktorat PPH pun sempat menolak keberatan pajak yang diajukan BCA. Belakangan, keputusan itu dianulir Hadi Poernomo lewat nota dinas yang dikeluarkannya. Atas tindakan ini, negara kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan BCA sebesar Rp 375 miliar.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya