joko widodo dan megawati soekarnoputri/net
PDI Perjuangan memang partai peraih suara terbanyak dalam Pemilu 2014 lalu, akan tetap secara riil politik sesungguhnya PDIP dan Ketua Umumnya, Megawati Soekarnoputri tidak menjadi apa-apa dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Meski beberapa kader banteng menduduki jabatan menteri dalam Kabinet Kerja Jokowi seperti Tjahjo Kumolo, Puan Maharani dan lainnya.
Begitu pendapat koordinator TPDI Petrus Selestinus dalam keterangan persnya, Selasa (14/4).
Presiden Jokowi pernah menegaskan, ketika seorang kader parpol dipercaya menduduki jabatan eksekutif di pemerintahannya, maka segala jabatan dan atributnya atas nama parpol harus ditanggalkan.
"Kebijakan ini lantas membuat Megawati Soekarnoputri merasa ada sesuatu yang lepas dari kekuasaannya di pemerintahan. Tidak ada lagi perpanjangan tangan partai di eksekutif karena kader-kadernya harus menanggalkan ikatan strukturalnya dengan PDIP," klaimnya.
Disinilah, ia menilai muncul kegamangan di internal PDIP karena sebagai parpol pemenang Pemilu namun tidak punya cantelan kekuasaan di eksekutif. Belum lagi pemaknaan terhadap "petugas partai" di tubuh PDIP pun masih beragam, sehingga terkesan terjadi manipulasi terhadap AD-ART partai.
Nomenklatur "petugas partai" baru muncul dan dibesarkan-besarkan oleh Megawati Soekarnoputri, menurut dia, tatkala Presiden Jokowi secara konsisten ingin memisahkan kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD 1945 dengan kekuasaan politik. Karena itu kekhawatiran akan adanya fraksi PDIP di eksekutif bisa terjadi, manakala Presiden Jokowi tidak berhasil melepaskan ikatan strukturalnya dengan partai. Padahal, penamaan 'Petugas Partai' sama sekali tidak ada dalam AD-ART PDIP.
"Artinya, fenomena petugas partai semenjak Jokowi terpilih menjadi presiden adalah sebuah manipulasi, sebuah rekayasan untuk memasukan pengaruh ketua umum PDIP dengan hak prerogatifnya dalam kekuasaan eksekutif negara setelah PDIP gagal menempatkan kadernya sebanyak-banyaknya di ekskutif," pungkasnya.
[wid]