. Kongres IV PDI Perjuangan cukup fenomenal. Kongres ini bukan hanya mengukuhkan kembali Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum partai pertama yang bisa menjaga kebesaran partai selama belasan tahun, juga karena Kongres ini memastikan gerak langkah partai menuju modernisasi, sekaligus memastikan pelaksanaan Nawacita oleh pemerintahan Jokowi-JK.
Demikian penilaian akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang, Leo Agustino. Leo menilai Kongres PDIP telah menunjukkan kedinamikannya sendiri. Selain menguatnya konsolidasi dalam tubuh PDIP melalui pengukuhan Megawati, di sisi lain, kongres juga menunjukkan proses regenerasi pada trah Soekarno.
"Ini setidaknya terlihat dari pelantikan Puan Maharani sebagai Ketua Bidang Politik dan Keamanan, dan Muhammad Prananda Prabowo sebagai Ketua Bidang Ekonomi Kreatif dalam pengurus DPP PDIP periode 2014-2019," jelas Leo beberapa saat lalu (Senin, 13/4).
Leo juga menilai Kongres IV ini bisa menata ulang hubungan PDIP dengan pemerintah secara baik. Diketahui, pasca pemilihan presiden, hubungan Megawati dengan Jokowi mengalami dekat-renggang. Namun kini, hubungan keduanya terlihat harmonis. Bahkan, saat menanggapi pidato Megawati di pembukaan kongres, secara tegas Presiden Jokowi mengatakan tidak ada masalah antara Istana dan partai pengusung.
Hal itu menjadi krusial karena situasi harmonislah yang diharapkan dalam pelembagaan demokrasi di Indonesia. Tentu keharmonisan tersebut diawali dengan kedekatan hubungan antara pemerintah dan partai pengusung.
"Adalah suatu kerisauan bersama jika partai pengusung presiden justru menjadi batu penghalang bagi kerja-kerja presiden ke depan. Oleh karena itu, usaha untuk menormalkan hubungan antara partai dan Istana menjadi sangat penting teutama bagi bekerjanya pemerintah secara optimal," jelasnya.
Ketiga, adalah terkait kerisauan partai-partai pengusung akan adanya penumpang gelap dalam pemerintah Jokowi-JK. Kerisauan yang diungkapkan secara terbuka oleh Megawati itu sebenarnya terkait masalah harmoni di atas. Megawati begitu mendamba hubungan yang intens antara partai dengan pemerintah. Tapi karena adanya penumpang-penumpang gelap dalam pemerintah Jokowi, maka kedekatan Jokowi-Mega menjadi renggang.
Dalam konteks yang lebih luas, Leo menilai sebutan Megawati pada penumpang gelap dapatlah dipahami. Sebab Megawati menilai, Pemerintah Jokowi telah keluar dari Nawacita yang dijanjikannya kepada rakyat semasa kampanye dulu. Sebagai bukti, sebuah majalah nasional membuat liputan menarik tentang melencengnya Nawacita dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019.
"Dalam konteks itulah, Megawati mengingatkan Jokowi bahwa ada hal mendasar yang harus diperhitungkan olehnya. Yaitu, pemimpin haruslah melayani rakyat sesuai janji-janji politik yang dinyatakannya pada saat kampanye pemilihan umum. Dan jangan sampai janji-janji tersebut tersandera oleh kepentingan para penumpang gelap yang boleh jadi, mereka itu, tidak pernah merumuskan Nawacita Presiden Jokowi," ungkapnya.
Sehingga, tutup Leo, wajar ketika dalam Kongres IV di Bali, Megawati mengingatkan bahwa peran partai pengusung presiden haruslah sebagai pengingat utama agar presiden berjalan dan bergerak sesuai dengan rel yang telah disepakati dan dijanjikannya pada rakyat. Dan di sinilah sebenarnya, penting dan indahnya hubungan yang mesra antara partai pengusung dan pemerintah yang didukung.
[ysa]