Muncul wacana pengganti Sri Sultan Hamengku BuÂwono X berasal dari perempuan. Sebab, Raja YogyaÂkarta itu tidak memiliki anak laki-laki. Ada perdebatan mengenai suksesi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta tersebut.
Akhirnya Sri Sultan mengeÂluarkan sabda tama atau amanat. Intinya meminta para kerabat keraton tidak lagi berkomentar ihwal proses suksesi karena tidak seorang pun bisa mendaÂhului titah Raja.
Menanggapi hal itu, istri Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengungkapkan, hanya Sri Sultan yang akan memutusÂkan siapa penggantinya.
"Tak ada yang bisa intervensi. Itu adalah hak prerogatif Sultan, tidak ada yang bisa mencampuri mengenai penggantinya," kata GKR Hemas.
Keluarga juga, lanjutnya, dilarang membicarakan sukÂsesi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta.
Simak perbincangan Rakyat Merdeka dengan GKR Hemas:
Apa benar pengganti Sultan, perempuan?Baik laki-laki maupun peremÂpuan sudah ada (takdir). Kalau orang Jawa bilangnya sudah ada wangsitnya sendiri. Lagi pula saya rasa di situ (sabda tama atau amanat) tidak disebutkan bahwa pengganti Sri Sultan adalah perempuan.
Tapi itu diperbincangkan di publik?Begini, itu harusnya bukan ranah publik, tapi karena akhÂirnya ditanggapi masyarakat jadi begini.
Memang yang dikehendaki Sri Sultan, penggantinya laki-laki atau perempuan?Bagi Sri Sultan laki-laki dan perempuan kalau memang ada garis tangannya, siapapun dia bisa menggantikan gitu loh.
dalam keluarga, tapi menurut saya, Sultan sudah berlaku arif dan bijaksana.
Maksud Anda?Ya beliau nggak pernah mengajukan anak saya harus jadi ini atau itu. Apalagi samÂpai menggantikan posisi yang seharusnya di dalam keraton dilakukan anak-anak Sultan. Karena selama ini pun masih dijabat oleh adik-adiknya Sultan, toh kami tidak pernah mempersoalkan.
Kalau begitu ya sudah, kalau memang dijabat oleh adik-adik itu sesuatu yang bagi Sultan ngÂgak harus menempatkan anak saya harus ini atau itu.
Jadi pihak luar tidak boleh berkomentar apalagi ikut campur terkait pengganti Sri Sultan?Ini kan wilayah domestik yang tidak harus dilakukan orang luar. Tapi ya, biasalah karena Yogya adalah tempat yang selalu diobok-obok toh.
Lalu keluarga kondisinya bagaimana?Sultan lebih dekat dengan anaknya ketimbang saya, ha-ha-ha.
Apakah ada gesekan di inÂternal?Tidak ada. Kami ini kan harus sebijak mungkin melakukan kebijakan-kebijakan di keraÂton. Hak-hak yang seharusnya dilakukan anak-anak itu juga sudah. Minimal sudah diletakÂkan basik bahwa menjadi anak Sultan itu memiliki tanggung jawab.
Dulu kan tidak punya kewaÂjiban (sebelum jadi Sultan), kewajiban itu bukan berarti anak-anak bisa duduk di lemÂbaga keraton, tidak demikian.
Kewajiban itu juga seperti menjaga nama keraton, menjaga keberadaan keluarga dan lainnya itu kan juga kewajiban.
Maaf, soal Sultan yang tidak memiliki selir bagaimana?Saya tidak tahu, itu seleranya Sultan. Saya kadang-kadang jadi dipersalahkan kenapa Sultan tidak punya selir.
Yang saya pahami, beliau dengan beberapa ibu ada ketidaknyamanan dalam komuÂnikasi terhadap anggota keÂluarga yang lain, itu beliau rasakan betul.
Maksud Anda?Tentu ada pilih kasih dan benÂtrokan juga ada. Itu sebenarnya sesuatu yang normal. Maka beliau malah bilang sama anak-anak mengenai ini.
Apa yang disampaikan ke anak-anak?Beliau bilang ke anak-anak bahwa ibumu cuma satu. Beliau tidak mau anak-anak menderita seperti dirinya.
Sikap Anda bagaimana?Dalam mendampingi beliau saya mencoba untuk melayani, biasanya kan beliau makan sendiri karena beliau sudah sangat mandiÂri walau saya ada. ***