Wiraswastawan jasa pengerukan dan penataan lahan-lahan pertanahan, Ade Sutisna, mempraperadilankan Kapolres Bogor ke Pengadilan Negeri Cibinong. Ade tak terima ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan pencurian tanah.
"Penetapan tersangka klien kami sangat aneh. Mana ada pencurian namun tidak terjadi perubahan atas jumlah dari objek yang dicuri. Ukuran luas tanah tidak ada yang berkurang atau hilang," ujar pengacara Ade Sutisna, Junaidi, dalam keterangannya kemarin (Selasa, 24/3).
Kata Junadi, penetapan kliennya sebagai tersangka dilakukan secara sewenang-wenang. Ade diketahui merupakan penerima kuasa dari Haji Umar bin Djaelani, pemilik tanah seluas 13 hektar yang terletak di blok Leweung Cepot, Kampung Bojong Kaso, Desa Cileungsi Kidul, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Namun Ade ditetapkan tersangka oleh Polres Bogor salah satunya atas laporan Herman Soesmono yang merupakan pihak yang digugat Umar dalam perkara perdata nomor 208/Pdt.G/2013/PN.Cbn tanggal 18 Oktober 2013 di PN Cibinong.
"Kesewenangan ini yang kami mohonkan dalam praperadilan," imbuh Junaidi.
Selain itu, menurut Junaidi, seharusnya kasus yang dituduhkan ke Ade ditangguhkan hingga ada keputusan atas perkara perdatanya berkekuatan hukum tetap. Hal ini merujuk surat edaran Ketua Mahkamah Agung nomor 1 tahun 1956 dan surat Jampidum Kejagung tahun 2013.
"Ini tidak, (perkara perdatanya) masih sidang banding, eh klien kami yang menerima kuasa langsung ditetapkan jadi tersangka dan perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Cibinong. Wajarkan hal ini kami praperadilankan," tutur dosen Fakultas Hukum Universitas Djuanda Bogor ini.
Junaidi pun berharap hakim PN Cibinong dapat melakukan terobosan hukum dan politik hukum seperti yang dilakukan hakim PN Jakarta Selatan terkait praperadilan Komjen Budi Gunawan belum lama ini.
Dia menekankan praperadilan yang diajukannya tidak bisa dipahami sebatas meliputi hal-hal sebagaimana diatur Pasal 77 KUHAP. Tetapi bermakna bahwa sesungguhnya proses matinya keadilan sangat bisa dilakukan oleh aparat penyidik melalui penatapan tersangka terhadap seorang warga negara. Penyidik juga manusia biasa yang tidak luput dari salah. Karena itulah, kata Junaidi, penetapan tersangka tersebut perlu diuji di muka sidang pengadilan.
""Penyidik bukanlah malaikat yang tidak pernah cacat. Bukankah pengadilan banyak menguak ketidakbecusan penyidik? Bukankah pula banyak kasus-kasus yang diputuskan bebas murni? Lantas, apa kelebihan bahwa penetapan tersangka harus 'haram' untuk diuji di pengadilan?" tukasnya.
[dem]