. Akibat harga beras naik, satu keluarga di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, terpaksa mengkonsumsi singkong. Tidak punya pekerjaan tetap menjadikan keluarga ini hidup di bawah garis kemiskinan.
Naiknya harga beras dirasa sangat mencekik leher pasangan suami istri Muhidin (63) dan Siti Jenab (56). Keluarga ini adalah potret keluarga miskin yang yang tinggal di bekas kandang kambing di Kampung Cikalapa, Jamanis, Kabupaten Tasikmalaya.
Rumah sempit itu dihuni tiga kepala keluarga berjumlah delapan orang yang masing-masing masih ada kaitan saudara.
Bagi keluarga Muhidin, kenaikan harga beras satu ribu rupiah saja dirasa sangat berat. Akibatnya, keluarga ini tidak mampu membeli beras tiap hari. Untuk menyiasati mahalnya harga beras tersebut, keluarga Muhidin beralih mengkonsumsi singkong atau ubi sebagai makanan pokok pengganti beras.
Muhidin mempercayakan istrinya guna mengolah singkong jadi makanan pokok. Jika dirasa singkong membuat bosan dikonsumsi, Siti Jenab kadang mengolah jagung atau umbi umbian lain untuk dijadikan menu utama keluarganya.
Proses singkong sebagai pengganti nasi diolah Siti Jenab dengan sederhana. Mulai dari pencabutan singkong yang ditanam tak jauh dari rumahnya, kemudian dibersihkan, lalu singkong dikukus di atas tungku yang apinya dari kayu bakar.
Setelah matang, singkong dimakan bersama-sama tanpa lauk pauk tambahan lainnya.
Rasa singkong rebus, tentu tidak senikmat nasi. Tapi bagi keluarga ini rasa enak tidak lagi dipikirkan yang penting mereka bisa bertahan hidup.
Anehnya lagi, kata Muhidin, keluarganya tidak tercatat sebagai keluarga miskin dan tidak mendapat kartu Jamkesmas atau sejenisnya.
"Tapi kami dan dua kepala keluarga yang masih ada kaitan saudara dan sama-sama tinggal di bekas kandang kambing ini tidak akan mengemis," tekad dia saat ditemuai di rumahnya (Senin siang, 9/3).
Pemerintah pun diharapkan segera menurunkan harga beras agar Muhidin yang buruh serabutan dan keluarganya, bisa kembali merasakan nikmatnya makan nasi.
[rus]